Dimas Waraditya Nugraha dari Incheon, Korea Selatan
·2 menit baca
INCHEON, KOMPAS — Saat ini kebutuhan baja nasional untuk bahan baku industri masih dipenuhi melalui impor. Dukungan pemerintah terhadap pelaku industri baja dalam negeri dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi.
Direktur Logistik dan Pengembangan Usaha PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Ogi Rulino mengatakan, investasi pada industri baja di dalam negeri perlu ditingkatkan.
”Untuk mendukung program kluster industri baja, Krakatau Steel membutuhkan dukungan pemerintah dan mitra investor,” ujarnya pada sesi diskusi bertema ”Indonesia Steel Industry’s Present and Future” di Incheon, Korea Selatan, Selasa (6/11/2018). Sesi ini merupakan bagian dari Posco Global EVI Forum 2018.
Kebutuhan baja nasional, menurut data Kementerian Perindustrian, diperkirakan 14 juta ton per tahun. Sebanyak 9 juta ton diproduksi di dalam negeri, sedangkan 5 juta ton dipenuhi melalui impor.
Ogi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri, Krakatau Steel tengah merampungkan pembangunan pabrik baja mentah berkapasitas hingga 1,5 juta ton per tahun di Cilegon, Banten. Pabrik ini adalah fase awal dari tiga tahap pembangunan kluster industri baja berkapasitas 10 juta ton per tahun.
”Pekerjaan akan dilanjutkan ke fase kedua dan fase ketiga hingga rampung pada 2025,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan seluruh fase sesuai target waktu yang dicanangkan, Ogi menambahkan, Krakatau Steel perlu dukungan pemerintah pusat dan daerah, terutama untuk menyiapkan infrastruktur jalan.
Presiden Posco Chang In-hwa optimistis Krakatau Steel akan mampu memproduksi baja mentah hingga 10 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan industri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Saat pertama didirikan pada 1968, Posco juga kesulitan memperoleh dana investasi.
Keuntungan fiskal
Sementara itu, Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Kiki Verico menyampaikan, peningkatan hingga 6,1 juta ton per tahun dari kapasitas produksi baja nasional akan memberikan keuntungan fiskal bagi negara.
”Dari sisi fiskal, penerimaan negara pasti bertambah. Dampak langsung penambahan kapasitas adalah penciptaan nilai tambah bagi produk domestik bruto daerah dan nasional,” ucapnya.
Namun, menurut Wakil Ketua Gabungan Industri Produk Kawat Baja Indonesia Sindu Prawira, pembangunan pabrik baru di sektor baja juga sangat bergantung pada ketegasan kebijakan pemerintah.
”Saat ini, investor enggan membangun pabrik baru karena utilitas pabrik yang ada relatif rendah,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Sindu, keran impor masih dibuka sehingga investor yang ingin membangun pabrik baru akan berpikir ulang karena biaya investasi yang relatif tinggi. Di samping itu, tidak ada kepastian bagi investor perihal hasil produksinya akan diserap di pasar domestik.