JAKARTA, KOMPAS – Otoritas Jasa Keuangan menyerahkan penyusunan kode etik penyelenggaraan jasa keuangan digital kepada setiap industri dan asosiasi terkait. Disamping payung hukum, penerapan kode etik diperlukan untuk memastikan tiap inovasi produk keuangan digital mengedepankan perlindungan konsumen.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengatakan, pihaknya sebagai otoritas, memastikan regulasi yang ada tidak akan menghambat peluang industri teknologi komunikasi untuk berkembang. Imbasnya, itikad dari pelaku industri untuk menjadikan keamanan dan kepentingan konsumen sebagai prioritas dibutuhkan.
“Pelaksanaan kode etik harus dilihat sebagai tuntutan moral. Peraturan tetap ada. Penekanan kami saat mengeluarkan POJK (Peraturan OJK) Nomor 13 terkait teknologi keuangan adalah membuat pasar disiplin tanpa mematikan potensi inovasi,” ujarnya di Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital, penyelenggara inovasi keuangan digital akan masuk pengawasan OJK. Penyelenggara tekfin di luar layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi (peer to peer lending) akan diarahkan ke ruang uji terbatas (regulatory sandbox) untuk menyeimbangkan inovasi dengan perlindungan konsumen.
Terdapat delapan ruang lingkup layanan tekfin yang terlebih dahulu masuk ke ruang uji terbatas sebelum dinyatakan terdaftar oleh OJK, yakni pengelolaan investasi; penghimpunan dan penyaluran dana; penghimpunan modal; penyelesaian transaksi; perasuransian; pendukung keuangan digital; dan aktivitas jasa keuangan.
Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Sukarela Batunanggar mengatakan, sejauh ini baru terdapat kode etik perihal layanan peer to peer lending. Kode etik yang disusun sendiri oleh Asosiasi Fintech Indonesia menjadi pedoman bagi industri peer to peer lending menjalankan bisnis mereka.
“Asosiasi kami dorong juga untuk menyusun kode etik sesuai ruang lingkup mereka. Dengan begitu diharapkan mereka punya komitmen untuk menjalankan kode etik yang mereka susun sendiri,” kata Sukarela.
Pihaknya menyadari jenis-jenis perusahaan rintisan bidang jasa tekfin semakin beragam. Untuk itu OJK mendorong seluruh perusahaan tekfin tetap mengedepankan kebutuhan utama pasar, seperti cara kerja yang transparan dan mengutamakan perlindungan konsumen.
Hasil penggodokan dalam ruang uj terbatas memungkinkan OJK mengeluarkan peraturan baru. Ruang uji berlokasi di Fintech Center di Wisma Mulia 2, Jakarta. Hingga 31 Oktober 2018 tercatat sebanyak 21 penyelenggara tekfin telah mendaftarkan usaha mereka ke OJK untuk masuk dalam ruang uji terbatas.
“Kami targetkan pada Januar 2019, sandbox sudah bisa dimulai. Dalam POJK Nomor 13, telah kami tetapkan juga para penyelenggara tekfin yang tidak mendaftarkan entitasnya, tidak akan bisa mendapat aliran pendanaan dari perbankan,” ujar Sukarela.
Pendaftaran menjadi tanda keabsahan entitas penyelenggara inovasi keuangan digital. Sebelumnya, OJK berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup 227 aplikasi layanan pinjam-meminjam uang yang belum mendaftar dan mayoritas dari luar negeri.
Itikad baik
Secara terpisah, Vice President Business Development PT Kredit Pintar Indonesia, Boan Sianipar, mengatakan, anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sering berkumpul untuk membahas iklim industri layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi yang berkelanjutan. Sebagai contoh, kesepakatan itikad baik dalam penagihan kredit dan praktik pemberian pinjaman dengan biaya wajar kepada penerima.
"Industri teknologi finansial memang banyak diisi oleh pelaku usaha muda, tetapi bukan berarti kami tidak berusaha menjaga iklim ataupun nama baik Indonesia. Masing-masing perusahaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan berusaha self regulatory. Kami juga berupaya mendukung upaya pemerintah mengatasi gap akses kredit," tutur dia.
Kredit Pintar merupakan perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dengan kategori cash loan. Perusahaan ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan per April 2018. Selama kurun waktu beroperasi, perusahaan telah menyalurkan sekitar Rp 800 miliar kepada 500.000 orang. Sekitar 60 persen di antara perolehan dana pinjaman dipakai debitur untuk tambahan biaya konsumsi sehari-hari.
Menurut Boan, mayoritas penerima dana pinjaman berlatar belakangan karyawan dengan upah antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta. Sejauh ini, pengajuan kredit terbesar berasal dari debitur yang bertempat tinggal di Jawa Barat, Jakarta, dan Jawa Timur.
"Permintaan kredit kisaran Rp 500.000 - Rp 2 juta cukup tinggi. Untuk mengurus pengajuan ke bank, warga membutuhkan waktu lama serta persyaratannya tak mudah dipenuhi. Sementara kadang segmen pasar ini suka memerlukan dana darurat," katanya.
Kredit Pintar mengikuti segala ketentuan yang dipersyaratkan oleh POJK No 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, misalnya rutin melaporkan kinerja tiap kuartal. Di samping itu, Kredit Pintar mematuhi pedoman perilaku layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi yang dikeluarkan oleh Aftech. (DIM/MED)