JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat terdapat 20 kota rawan banjir di Indonesia. Untuk itu diperlukan kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menghadapi musim hujan yang diperkirakan memuncak pada Januari dan Februari mendatang.
Kedua puluh kota rawan banjir di Indonesia yakni, Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Medan, Padang, Pekanbaru, Jambi, dan Bandar Lampung. Selain itu, kota berikutnya adalah Pontianak, Samarinda, Makassar, Ambon, Manado, Gorontalo, Kendari, Palembang, Jayapura, Sorong dan Palu.
Karena digolongkan rawan banjir, maka pembangunan infrastruktur fisik sebagai upaya pengendalian banjir dilaksanakan pemerintah mulai 2015-2018, antara lain pembangunan pengendalian banjir sepanjang 874 kilometer dengan total biaya Rp 15,92 triliun, rehabilitasi bangunan pengendali banjir sepanjang 196,36 km dengan total biaya Rp 1,27 triliun, dan pemeliharaan tanggul dan tebing sungai sepanjang 14.280,24 km. Selain itu dilakukan pemeliharaan kanal banjir sepanjang 434,88 km dan pemeliharaan badan sungai sebelum masuk musim hujan sepanjang 113,74 km
"Kami melakukan upaya pencegahan banjir secara fisik seperti dengan membangun sistem polder, melakukan normalisasi sungai. Jika banjir terjadi, maka kami lebih sebagai pendukung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan menyiagakan peralatan," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi, dalam jumpa pers tentang antisipasi banjir, Kamis (1/11/2018), di Jakarta.
Menurut Suprayogi, pengendalian banjir bersifat mengurangi dampak banjir di perkotaan yang kemungkinan besar akan terjadi ketika musim hujan. Namun demikian, tantangannya pun semakin besar dengan semakin sedikitnya ruang terbuka di kota serta semakin besarnya debit air dari hulu karena daerah resapan air berkurang.
Upaya tersebut, lanjut Suprayogi, semisal dilakukan di DKI Jakarta dengan membangun bendungan kering Ciawi dan Sukamahi, normalisasi sungai Ciliwung, serta membangun sudetan Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur. Dari arah utara, untuk mengantisipasi banjir karena air laut, maka dibangun tanggul laut di sepanjang pantai secara bertahap. Bendungan kering Ciawi dan Sukamahi yang dapat mengurangi 30 persen debit banjir yang masuk ke Jakarta ditargetkan selesai pada 2020. Sementara, proyek normalisasi dan sudetan Sungai Ciliwung masih belum dilanjutkan karena menunggu pembebasan lahan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta. Program normalisasi Sungai Ciliwung yang direncanakan sepanjang 33 km, saat ini baru selesai 17 km.
"Sebenarnya semua pihak punya tugasnya masing-masing. Yang kita perlukan itu adalah komitmen pelaksanaan tugas itu," ujar Suprayogi.
Direktur Bina Operasi Dan Pemeliharaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Agung Djuhartono menambahkan, rencana induk pengendalian banjir di Jakarta telah disusun pada 2002 dan 2007. Namun, pelaksanaannya dilakukan bertahap sampai sekarang ini.