JAKARTA, KOMPAS--Indonesia perlu mempercepat penggantian penggunaan bahan bakar minyak, khususnya di sektor transportasi, karena impor komoditas tersebut tinggi. Dalam proyeksi konsumsi energi di Indonesia, kebutuhan bahan bakar minyak diperkirakan terus meningkat.
Kondisi ini dikhawatirkan dapat menggerus cadangan devisa negara.
"Harus dipaksakan untuk beralih dari pemakaian energi fosil atau minyak. Ingat, harga minyak dunia di luar kendali kita. Bagaimana kalau harga minyak nantinya mencapai 100 dollar AS per barrel? Apakah cadangan devisa kita kuat? Ini harus dipertimbangkan," kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran, Selasa (23/10/2018), di Jakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan Tumiran dalam diskusi "World and Indonesia Energy Outlook 2018" di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Di acara tersebut, Group Chief Economist BP Global Spencer Dale dan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi menyampaikan paparannya.
Menurut Tumiran, salah satu cara mengurangi ketergantungan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) adalah dengan mendorong percepatan pemanfaatan mobil listrik di Indonesia. Akan tetapi, konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih rendah, yaitu 1.025 per kWh.
Angka itu masih jauh tertinggal dari Malaysia yang konsumsi listriknya sudah mencapai 4.600 kWh per kapita.
"Untuk penyediaan listrik di Indonesia masih akan bergantung pada jenis batubara. Bahkan, saya perkirakan konsumsi batubara akan terus meningkat. Jenis energi terbarukan kurang bisa diandalkan untuk kestabilan pasokan listrik mengingat kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan," ujar Tumiran.
Berdasarkan proyeksi BPPT, konsumsi energi Indonesia meningkat tajam sampai dengan 2050. Pada 2016, konsumsi energi di Indonesia 795 juta barrel setara minyak (BOE). Kebutuhan energi naik menjadi 1,7 miliar BOE pada 2030 dan melesat tajam menjadi 4,5 miliar BOE pada 2050.
"Dari kebutuhan energi di Indonesia sampai 2050, jenis minyak akan kian dominan setelah listrik, gas, dan batubara," ujar Eniya.
Eniya menambahkan, percepatan program kendaraan listrik nasional dapat menjadi sumber energi pengganti BBM pada sektor transportasi, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) adalah wilayah dengan tingkat konsumsi BBM untuk transportasi yang sangat dominan di Indonesia.
Pada 2016, kebutuhan energi sektor transportasi di wilayah Jabodetabek sebesar 39,3 juta BOE. Angka ini meningkat signifikan menjadi 210,4 juta BOE pada 2050.
"Selain mempercepat program kendaraan listrik, pemerintah perlu mendorong pemakaian kendaraan berbahan bakar gas. Cara lain, mendorong perpindahan moda transportasi dari kendaraan pribadi ke angkutan massal. Cara ini cukup efektif mengurangi ketergantungan pemakaian BBM," tambah Eniya.
Energi primer
Sementara itu, dalam paparannya, Spencer menyampaikan, sumber energi primer dari jenis batubara masih akan berperan penting dalam bauran energi di Indonesia. Sepanjang 2017, peran batubara meningkat 32,6 persen dalam bauran energi di Indonesia. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan produksi batubara yang sebesar 1,3 persen dibandingkan dengan 2016. Konsumsi energi Indonesia naik 5 persen atau yang tertinggi dalam kurun lima tahun terakhir.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna, mengatakan, ekonomi Indonesia yang tumbuh dari negara miskin ke arah negara maju memerlukan ketersediaan energi. Produktivitas di dalam negeri harus dibarengi upaya pemenuhan energi yang seimbang. (APO)