JAKARTA, KOMPAS — BP mencatat bahwa penggunaan energi primer global tumbuh 2,2 persen pada tahun 2017. Penggunaan gas alam meningkat hingga 96 miliar meter kubik yang diikuti dengan penggunaan energi terbarukan sebesar 17 persen atau 69 miliar juta ton setara minyak. Kedua jenis energi tersebut kian berperan penting di masa mendatang.
Menurut Spencer Dale, Group Chief Economist BP Global, pertumbuhan konsumsi energi sepanjang 2017 adalah yang tertinggi selama 10 tahun terakhir yang rata-rata per tahunnya 1,7 persen. Gas alam menjadi sumber peningkatan terbesar. Hal itu ditandai dengan beralihnya pemanfaatan batubara di China ke gas.
”Sejumlah negara di Asia, khususnya di China dan India, mendominasi tumbuh pesatnya permintaan energi di dunia. Sektor industri adalah sektor terbesar dalam hal permintaan energi,” kata Spencer dalam acara BP Statistical Review of World Energy 2018, Senin (22/10/2018) di Jakarta.
Dalam paparan tersebut, penggunaan gas alam di China pada 2017 tercatat 31 miliar meter kubik, Timur Tengah 28 miliar meter kubik, dan Eropa 26 miliar meter kubik. Sebaliknya, penggunaan gas alam di Amerika Serikat turun 1,2 persen atau 11 miliar meter kubik. Kenaikan konsumsi gas seiring dengan naiknya perdagangan gas alam cair (LNG) sebesar 6,2 persen atau sebanyak 63 miliar meter kubik.
Adapun energi terbarukan yang tumbuh 17 persen pada 2017 adalah yang tertinggi dalam rata-rata 10 tahun terakhir. Tenaga angin menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan energi terbarukan di tingkat global. Di sektor pertumbuhan pembangkit listrik, energi terbarukan menyumbang hampir 50 persen yang diikuti batubara sebesar 44 persen.
”Dalam bauran energi di Indonesia, konsumsi minyak terus menurun, sedangkan konsumsi batubara naik,” kata Spencer.
Deputi Perencanaan pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jaffee Arizon Suardin menambahkan, kendati energi terbarukan cenderung meningkat, minyak dan gas bumi (migas) tetap berperan penting di Indonesia. Tak hanya sebagai sumber penerimaan negara, migas masih menjadi penggerak perekonomian dalam skala nasional dan lokal. Kegiatan hulu migas memiliki dampak ganda yang berkontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional.
”Sektor hulu migas punya peranan penting bagi ketahanan energi di Indonesia. SKK Migas terus berusaha memperbaiki iklim investasi hulu migas di Indonesia dalam rangka menggairahkan usaha hulu migas nasional,” ujar Jaffee.
Secara terpisah, pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, tantangan pemanfaatan gas di dalam negeri adalah penyediaan infrastruktur. Infrastruktur tersebut tak hanya soal fasilitas regasifikasi dan penyimpanan terapung (FSRU), tetapi juga jaringan pipa transmisi dan distribusi. Infrastruktur FSRU dan jaringan pipa adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.
”Kunci agar serapan gas domestik optimal adalah ketersediaan infrastruktur yang lengkap dan memadai serta harga keekonomian yang layak, mulai dari produsen sampai konsumen akhir,” ujar Pri Agung.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional diatur mengenai pemanfaatan sumber energi primer pada bauran energi nasional. Pada 2025, kontribusi gas dan energi terbarukan ditargetkan meningkat masing-masing sedikitnya 22 persen dan 23 persen. Pada 2050, peran kedua sumber energi tersebut ditargetkan meningkat menjadi sedikitnya 24 persen dan 31 persen.
Dalam aturan yang sama, peran minyak bumi dalam bauran energi nasional diturunkan dari 25 persen di 2025 menjadi 20 persen di 2050. Begitu juga pemakaian batubara yang turun dari 30 persen di 2025 menjadi 25 persen di 2030.