Nilai Tambah Industri Dalam Negeri Mesti Dimaksimalkan
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Industri logam di dalam negeri mesti diperkuat dari hulu ke hilir dengan dukungan pasokan bahan mentah dan fasilitas pengolahan. Berkembangnya industri otomotif dan kebutuhan infrastruktur yang besar menjadi peluang memperbesar industri logam di Indonesia.
Hal itu terungkap di dalam pembukaan Pameran Indometal 2018, Rabu (17/10/2018), di Jakarta. Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi mengatakan, total poduksi baja kasar (crude steel) pada 2017 sekitar 7,8 Juta ton. Sementara, total konsumsi baja kasar nasional pada tahun 2017 sebanyak 13,6 juta ton.
“Saat ini Indonesia gencar membangun berbagai fasilitas seperti jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan, bandara, dan berbagai proyek infrastruktur lain sehingga tersedia banyak ruang untuk atau mengisinya. Peluang ini harus dimanfaatkan industri baja dalam negeri,” kata Doddy.
Menurut Doddy, pengembangan industri baja nasional terkendala beberapa hal, antara lain harga gas yang tidak kompetitif, bahan baku yang belum mencukupi, dan membanjirnya produk impor. Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan kebijakan Standar Nasional Indonesia wajib untuk produk besi baja, tata niaga impor besi baja, serta kebijakan pembebasan pajak untuk industri logam dasar hulu.
Namun demikian, lanjut Doddy, pemerintah berharap agar industri logam terus mengembangkan diri untuk bersaing dengan produk serupa dari negara eksportir yang juga terus berkembang. Untuk itu, peran lembaga riset untuk melakukan penelitian dan pengembangan perlu dilibatkan.
Ketua Umum Asosiasi Pengecoran Logam Indonesia Achmad Safiun mengatakan, industri pengecoran logam sudah lama dikenal bangsa ini meski kebanyakan merupakan daur ulang, bukan dari sumber bahan mentah dalam negeri. Setelah Undang-Undang Minerba diundangkan pada 2009, harapan berkembangnya industri pengolahan mineral dalam negeri belum langsung terjadi. Sebaliknya, ekspor mineral malah meningkat tajam, seperti ekspor bauksit dari 8 juta ton dalam setahun menjadi 40 juta ton.
Sebagai pelaku di industri logam, lanjut Achmad, pihaknya berharap agar industri logam dalam negeri didukung dengan pasokan bahan mentah. Sebab, jika industri logam kuat, maka industri turunannya akan tumbuh, termasuk memasok kebutuhan industri otomotif dalam negeri.
Hal senada dikatakan Ketua Harian Asosiasi Aluminium Indonesia Abubakar Subiantoro. Menurut Abubakar, Indonesia memiliki Inalum yang mampu memproduksi alumunium. Selain itu, alloy yang dibutuhkan industri otomotif juga sudah bisa diproduksi industri logam dalam negeri. Namun demikian, negara di sekitar Indonesia, seperti Malaysia, juga membangun industri serupa dengan terus menambah kapasitasnya.
Di sisi lain, konsumsi alumunium dibanding jumlah penduduk Indonesia juga masih rendah, yakni sekitar 700.000 ton sampai 800.000 ton per tahun dibanding 250 juta jiwa. Di Thailand, dengan penduduk sekitar 70 juta jiwa, konsumsi per tahunnya mencapai 700.000 ton. “Industri aluminium di Indonesia masih berpeluang besar dan maju karena potensi permintaannya besar,” kata Abubakar.
Division Head PT Astra Daihatsu Motor Novi Lekwandi mengatakan, aluminium diperlukan di kendaraan bermotor, yakni di komponen mesin, komponen transmisi, dan roda. ke depan, struktur mobil akan menggunakan alumunium karena terinspirasi penggunaan aluminium di industri pesawat terbang. (NAD)