Mencari Pengalaman, Membekali Diri
Banyak kesempatan membekali sekaligus menantang diri sendiri, dari yang sederhana sampai yang rumit. Pilihannya, berani mengambil kesempatan itu atau membiarkannya berlalu. Dampak positifnya tak mesti dirasakan saat ini.
Untuk pertama kali, Afrida Priskila Kallem (20), mahasiswi asal Jayapura, Papua, menjadi sukarelawan. Pada Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018, Afrida mendampingi peserta dan delegasi. Ia bertugas 6 jam per hari selama 10 hari.
”Pengalaman terlibat, bisa melihat, dan belajar langsung bukan tentang materi. Kalau dibayar, ya, buat ganti ongkos transpor,” ujar Afrida yang kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali jurusan destinasi pariwisata.
Ia bercita-cita menjadi pengusaha sektor pariwisata karena menyadari potensi daerah asalnya sebagai destinasi wisata. Namun, potensi itu belum dimanfaatkan optimal karena berbagai kendala, antara lain konsep, biaya, dan tata kelola.
Kesempatan terlibat di acara internasional dimanfaatkannya sebaik mungkin. Selain melatih kemampuan berbahasa Inggris, Afrida bisa mempelajari tata kelola pertemuan internasional dan karakteristik peserta.
Meski demikian, tugas sebagai sukarelawan bukan perkara mudah. Beberapa kali Wulan Aristya (18) mesti menjelaskan suatu hal secara detail kepada peserta acara. Beruntung, Wulan memiliki dasar-dasar ilmu manajemen, konferensi, dan perhelatan sesuai bidang keilmuannya. ”Kadang kesel, tetapi dibawa enjoy aja,” ujar Wulan sambil tersenyum.
Sekitar 180 mahasiswa menjadi sukarelawan dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Mereka bekerja dalam dua giliran, pagi dan siang, serta mendapat uang saku Rp 200.000 per hari dan makan siang gratis.
Sebelum menjadi sukarelawan, para mahasiswa ini mesti mengisi sejumlah dokumen administrasi berbahasa Inggris. Mereka juga harus menjalani wawancara. Mereka seperti berlatih menghadapi tes masuk kerja.
Adapun Gusti Ayu Atika Trisna Dewi (20) bertugas di sekitar titik pemberhentian bus di kawasan Bali Nusa Dua Convention Center. Sinar matahari Bali yang terik tidak mencairkan semangat Atika dan keempat rekannya untuk menjawab pertanyaan dari peserta pertemuan yang ingin berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain menggunakan bus pengumpan. Acara yang terdiri atas 2.000 pertemuan secara simultan ini diselenggarakan di kawasan seluas 400 hektar.
Para sukarelawan turut berperan mewujudkan kelancaran pertemuan tahunan yang dihadiri Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim, serta para pengambil kebijakan bidang ekonomi dan keuangan.
Minda Puti Dwinanda (27) tak kalah sibuk. Mengenakan kain Bali dan selendang, Minda dan rekan-rekannya menari di depan delegasi dan peserta Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2017 di Washington DC, Amerika Serikat. Tarian kontemporer itu memadukan gerakan tari Pendet dari Bali dengan tari Jaipong dari Jawa Barat.
”Empat bulan menjelang pertemuan tahunan di Washington DC tahun lalu, tim gugus tugas BI merekrut lima karyawan BI untuk menjadi duta pertemuan tahunan,” kata Minda, analis di Departemen Kebijakan Moneter Bank Indonesia- yang ditemui di Nusa Dua, Bali.
Mereka berlatih keras di sela-sela pekerjaan dan melaksanakan tanggung jawab sebagai karyawan BI. Mereka juga bertugas menjaga gerai promosi Indonesia di Washington DC tahun lalu. Barang-barang di gerai itu habis diborong peserta dan delegasi Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2017.
Promosi itu membuahkan hasil. Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali, 8-14 Oktober, dihadiri lebih dari 34.000 orang dari 189 negara.
”Bahagia melihat banyaknya peserta di pertemuan tahunan kali ini. Artinya, perjuangan kami mempromosikan Indonesia tidak sia-sia,” ujar Minda.
Interaksi
Dunia kerja yang kian mengglobal membuat generasi milenial mencari pengalaman internasional. Mereka bahkan merelakan hak cuti atau masa studi demi mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Ada yang menjadi sukarelawan, ada pula yang menjadi panitia.
”Aku senang dengan apa pun yang berbau kegiatan olahraga. Aku senang banget pas tahu Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018 dan beruntung karena kebanyakan cabang olahraganya diselenggarakan di Jakarta. Kebetulan ada saudara yang terlibat sebagai pengurus Persatuan Senam Indonesia. Nah, tahun lalu aku diajak menjadi panitia Asian Games,” kata Melati Wulandari, karyawati perusahaan swasta yang menjadi Sport Committee Fieldworker: Protocol Asian Games 2018.
Wulandari mengatakan, ia sudah diberi tahu kalau harus menyediakan waktu secara penuh setidaknya selama dua minggu pelaksanaan Asian Games dan rapat-rapat persiapan sebelumnya. Hal itu membuatnya sempat ragu untuk terlibat sebagai panitia Asian Games.
”Saya sempat mikir lama, bahkan sampai beberapa bulan mikirnya, antara ’ambil enggak ya?’, ’bakal diizinin enggak ya?’. Tapi saya pikir, kapan lagi bisa ikut pesta olahraga sebesar ini di negara sendiri. Akhirnya saya memutuskan ikut,” katanya.
Melati merelakan hampir separuh liburnya untuk terlibat di Asian Games. Pengalaman itu sangat berharga. ”Dengan terlibat langsung di penyelenggaraan Asian Games, aku mendapat banyak pengalaman tak terlupakan,” kata Melati.
Andre Munapinsyah menceritakan, ia berniat menjadi sukarelawan karena Asian Games adalah kegiatan internasional dan Indonesia menjadi tuan rumah. Ia termotivasi karena ada peluang mendapat pengalaman bekerja dengan banyak orang dari berbagai latar belakang.
”Saya ingin menjadi bagian dalam ajang Asian Games serta menyukseskan acara itu. Kesempatan ini jarang sekali, jadi saya tidak mau ketinggalan,” katanya.
Ia berharap, keikutsertaannya sebagai sukarelawan bisa menambah daftar pengalamannya. Apalagi, ia ingin nantinya bisa bekerja di bidang olahraga.
Pengalaman berharga bisa didapat dari mana saja, termasuk menjadi sukarelawan di ajang internasional. (KRN/DIM/MAR)