NUSA DUA, KOMPAS – Pemerintah secara khusus mengintegrasikan sumber-sumber pendanaan yang berorientasi untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Integrasi dilakukan agar dana dari perorangan atau filantropi, lembaga multilateral dan bilateral, serta lembaga donor lainnya bisa dikelola secara transparan dan terukur dampaknya.
Dana tersebut akan disalurkan untuk pembangunan infrastruktur yang berorientasi untuk mencapai 15 target pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan dana dilakukan dengan skema kerja sama antara pemerintah dengan pemberi dana (blended finance). Secara khusus program kerja sama tersebut dinamai SDGs Indonesia One.
Program SDGs Indonesia One ini dikelola Kementerian Keuangan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Sektor-sektor prioritas pendanaan adalah proyek infrastruktur terkait kesehatan, pendidikan, energi baru terbarukan, infrastruktur urban, serta penyediaan air bersih. Program ini juga dimanfaatkan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di daerah bencana.
Direktur Pengembangan Proyek dan Advisory PT SMI Darwin Trisna Djajawinata mengatakan, sejauh ini dana yang dihimpun SDGs Indonesia One mencapai 2,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 34,5 triliun. Dana bersumber dari 29 donor baik perorangan maupun institusi/lembaga. Program ini menjadikan pengelolaan dana lebih terukur dampaknya.
“SDGs Indonesia One ini menjadi alternatif pendanaan yang tidak membebani APBN. Harapannya. target pembangunan berkelanjutan tahun 2030 bisa lebih cepat,” kata Darwin dalam seminar SDGs Indonesia One dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Indonesia 2018 di Bali, Kamis (11/10/2018).
SDGs Indonesia One menyediakan empat fasilitas yang bisa dipilih pemberi dana untuk memberi bantuan, yaitu pengembangam proyek (development facility), mitigasi risiko (de-risking facility), pembiayaan (financing), dan investasi (equity fund). Fasilitas itu bertujuan untuk meningkatkan akses ke sumber pendanaan dan memobilisasi peran mitra pemerintah.
Secara terpisah dalam Forum Infrastruktur, Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng menambahkan, percepatan pertumbuhan ekonomi masa kini sangat terkait dengan paradigma baru dalam pembiayaan infrastruktur. Pemerintah harus mulai mengalihkan pembiayaan dari anggaran pemerintah ke swasta. Pendanaan dari APBN sangat terbatas.
Berdasarkan data Bank Indonesia, kontribusi swasta dalam investasi infrastruktur menurun dari 19 persen tahun 2006-2010 menjadi 9 persen tahun 2011-2015. “Kontribusi swasta dalam investasi infrastruktur di Indoensia masih sangat kecil bahkan cenderung menurun. Peluang seharusnya bisa ditingkatkan jika daya tarik investasi ditingkatkan,” kata Sugeng.
Selama ini, skema pembiayaan campuran masih didominasi oleh pemerintah dalam bentuk penjaminan bank, subsidi bunga, subsidi konstruksi. Ke depan, sumber pendanaan diperluas, yakni dari donor dan filantropi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, percepatan pembangunan infrastruktur menjadi komitmen pemerintah kendati perekonomian global masih dirundung ketidakpastian. Untuk itu, alternatif pembiayaan yang tidak membebani APBN terus disosialisasikan agar keterlibatan swasta naik.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.