KOTAWARINGIN BARAT, KOMPAS — Kementerian Perhubungan akan menjadikan enam pelabuhan sebagai proyek percontohan pelabuhan yang steril. Keenam pelabuhan itu adalah Pelabuhan Kaliadem, Baubau, Tanjung Pinang, Surabaya, Ambon, dan Tarakan.
”Kami ingin menjadikan pelabuhan steril seperti bandara dan stasiun. Hanya orang yang punya izin masuk atau boarding pass yang boleh masuk ke pelabuhan. Dengan demikian, pelabuhan menjadi aman,” tutur Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan R Agus H Purnomo di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Selasa (9/10/2018).
Agus mengatakan, pertimbangan pemilihan keenam pelabuhan tersebut karena dinilai paling siap, baik dari segi sumber daya manusia maupun sistem digitalisasi. Adapun yang masih harus disiapkan adalah masyarakatnya. ”Regulasinya sudah kami siapkan,” ujarnya.
Agus menargetkan pada Januari 2019 sistem steril sudah bisa diterapkan di keenam pelabuhan tersebut. ”Kita bisa lihat di Semarang. Di sana pelabuhan sudah pakai boarding pass, artinya tiketnya sudah online, manifes juga online,” katanya.
Ketua Umum Indonesia Shipowners Association Carmelita Hartoto menyambut gembira pensterilan pelabuhan. ”Tidak ada lagi kapal-kapal yang sandar diganggu atau dicuri barang-barangnya di kapal. Banyaknya pencurian di kapal bisa membuat perusahaan asuransi melihat Indonesia sebagai negara yang rawan sehingga asuransi meningkatkan preminya,” ucapnya.
Sesuai syarat internasional
Pengamat maritim dari ITS Surabaya, Saut Gurning, mengatakan, penggunaan boarding pass di pelabuhan sesuai dengan persyaratan International Ship and Port Facility Security Code.
Penggunaan boarding pass akan memenuhi tingkat keamanan fasilitas pelabuhan, kapal, kargo, dan penumpang itu sendiri. Hal ini terutama dalam kegiatan yang mewajibkan proses pemonitoran dan pengendalian area terbatas bagi penumpang dan pengunjung pelabuhan. Ini termasuk aksesibilitas ke sejumlah area terbatas atau khusus di pelabuhan, dengan hanya penumpang atau petugas pelabuhan yang memiliki hak akses.
Dampak praktis lainnya adalah semakin terkendalinya proses operasi jasa penanganan penumpang, termasuk pemilik barang bawaan di pelabuhan, khususnya pelabuhan penumpang. Ini karena tingkat keselamatan, keamanan, dan efektivitas layanan pelabuhan juga sangat dipengaruhi oleh pergerakan orang masuk-keluar di sekitar wilayah pelabuhan.
”Namun, sebagai rekomendasi, boarding pass perlu didukung oleh proses layanan atas barang (bagasi) penumpang laut di saat sebelum memasuki kapal atau ruang tunggu,” lanjut Saut.
Penanganan barang atau bagasi penumpang laut secara umum di Indonesia masih jadi domain penumpang dan perlu menjadi domain layanan operator kapal atau pelabuhan. Kerja sama keduanya guna memberikan jaminan penanganan bagasi penumpang yang lebih baik dan aman, seperti jasa empirik yang dilakukan di bandara.
”Jika proses ini dikurangi dengan bantuan layanan jinjingan (porter) pelabuhan atau layanan bagasi lainnya ke atas kapal, proses embarkasi dan dembarkasi penumpang ke dan dari atas kapal akan lebih selamat, aman, dan nyaman,” kata Saut.