ZURICH, KOMPAS — Perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa atau EFTA yang dimulai sejak 2010 kini memasuki finalisasi dan ditargetkan selesai akhir tahun ini. Selain membuka pasar baru, hal ini memperbesar kepercayaan investor terhadap Indonesia.
”Swiss dan negara-negara EFTA cenderung konservatif, sangat berhati-hati, tetapi mau membuka diri dan membuka pasar untuk Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian perundingan kemitraan Indonesia-EFTA akan memberikan sinyal positif kepada dunia tentang komitmen Indonesia terhadap perdagangan setara dan pendekatan (ekonomi) yang berkelanjutan,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Senin (1/10/2018) di Zurich, Swiss, dalam rangkaian kunjungan kerja dan misi dagang Indonesia di Swiss dan Spanyol.
Pertemuan bilateral Menteri Enggartiasto dengan Menteri Ekonomi Federal Swiss Johann N Schneider Ammann untuk membahas finalisasi perundingan ini diagendakan berlangsung pada Senin malam waktu Zurich atau Selasa pagi waktu Jakarta. Kegiatan ini akan dilanjutkan dengan forum bisnis Indonesia- Swiss dan Indonesia-Spanyol pada 2-4 Oktober 2018.
EFTA yang dibentuk pada 1960 adalah asosiasi perdagangan bebas—di luar Uni Eropa—yang beranggotakan empat negara, yaitu Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia. Walaupun jumlah penduduk negara-negara EFTA relatif kecil, kawasan ini memiliki tingkat ekonomi termaju di dunia dan berkemampuan investasi tinggi.
Norwegia dan Swiss, misalnya, memiliki pendapatan per kapita tertinggi di dunia, masing-masing sekitar 91.000 dollar AS dan 76.000 dollar AS (per Desember 2017), jauh melampaui pendapatan per kapita Amerika Serikat, Belanda, Australia, Singapura, Kanada, Jerman, dan Jepang.
Duta Besar Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman D Hadad mengingatkan, pasar dalam negeri Swiss relatif tidak besar, tetapi negeri itu menjadi basis produksi ekspor yang besar ke Uni Eropa. Swiss menyerap produk sawit melalui Belanda dan Jerman, sementara pembelian langsung produk sawit dari Indonesia lebih kecil daripada Malaysia, Kamboja, Papua Niugini, dan Pantai Gading.