JAKARTA, KOMPAS--Ketergantungan terhadap modal asing menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia rawan terhadap gejolak global. Oleh karena itu, pendalaman pasar keuangan akan dilakukan secara sistematis dengan memperluas basis investor domestik.
Kerentanan ekonomi Indonesia disinggung Bank Dunia dalam laporan ekonomi triwulanan. Gejolak eksternal menyebabkan rupiah terdepresiasi dan modal asing meninggalkan pasar keuangan Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga ikut menekan pasar saham sejak Mei 2018.
Hal ini merupakan konsekuensi dari struktur ekonomi nasional yang masih sangat bergantung pada pembiayaan luar negeri. Kendati sumber pendanaan dalam negeri terus meningkat, namun belum bisa menutup belanja pemerintah.
Akibatnya, sebagian dana pembangunan dan ekspansi mengandalkan pembiayaan luar negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selama ini kesenjangan peralihan investasi Indonesia masih negatif sehingga membutuhkan pendanaan asing. Selain diversifikasi instrumen, hal yang paling fundamen dalam pendalaman pasar keuangan adalah surplus pendanaan dalam negeri dalam bentuk simpanan.
Di sejumlah negara maju, lanjut Sri Mulyani, surplus pendanaan dalam negeri disimpan dalam bentuk saham sehingga nilai kapitalisasi saham terhadap produk domesik bruto (PDB) tinggi. Instrumen penempatannya beragam, mulai dari dana pensiun, asuransi, hingga surat utang.
“Kalau mau simpanan besar, berarti pendapatan harus lebih tinggi dari belanja. Oleh karena itu, pendalaman pasar keuangan akan dilakukan sangat sistematis,” kata Sri Mulyani dalam jumpa media di Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Pemerintah secara bertahap akan mempersuasi masyarakat untuk mengalihkan investasi dalam bentuk tabungan ke Surat Berharga Negara (SBN). Adapun pemilik SBN yang pasif, seperti deposito, didorong beralih ke obligasi. Instrumen investasi harus produktif untuk mengakselerasi perekonomian domestik.
Mengutip data Kementerian Keuangan, hingga 31 Agustus 2018, realisasi penerbitan SBN sebesar Rp 270,5 triliun atau 65,2 persen dari pagu dalam APBN 2018. Porsi SBN rupiah 80 persen dan valuta asing 20 persen. SBN valas terdiri dari surat utang berdenominasi yen (Samurai Bonds), euro (Eurobonds), dan dollar AS (US Treasury Bonds).
Investor muda
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan, investor domestik dibidik untuk pendalaman pasar keuangan. Diversifikasi instrumen antara lain berupa surat berharga ritel, obligasi ritel, dan tabungan sukuk. Pemerintah juga mengkaji pemberlakuan pajak untuk bunga obligasi.
“Pembelian surat berharga ritel dan obligasi ritel dilakukan secara dalam jaringan untuk menarik investor muda,” kata Luky.
Pemerintah RI dan Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2 persen pada 2018. Proyeksi akan tercapai jika pertumbuhan konsumsi di atas 5,1 persen dan investasi 7 persen. Laju ekspor diperkirakan meningkat 7-8 persen, sedangkan impor akan turun menjadi 10 persen seiring pelemahan nilai tukar rupiah.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Jumat, nilai tukar Rp 14.824 per dollar AS.
Kinerja APBN 2018 hingga akhir Agustus, rata-rata nilai tukar Rp 13.944 per dollar AS.
“Postur APBN sampai 31 Agustus 2018 jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Sri Mulyani.
Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, pemerintah RI cukup hati-hati menjaga defisit APBN tetap rendah dan utang pemerintah di bawah ambang batas 60 persen PDB. (KRN)