JAKARTA, KOMPAS - Pasar Indonesia untuk layanan penyimpanan data berbasis sistem komputasi awan masih potensial. Kondisi ini mendorong penyedia jasa asing masuk ke Indonesia untuk menggarap pasar ini.
Penyedia layanan penyimpanan data berbasis sistem komputasi awan (cloud)- Amazon Web Services (AWS)- siap memperluas jangkauan pasar mereka di Indonesia hingga ke segmen instansi pemerintahan. Sebelumnya, layanan AWS di Indonesia banyak dipakai oleh pelaku usaha rintisan bidang teknologi dan usaha kecil menengah.
Mengutip Statista.com, pada 2012, belanja layanan berbasis komputasi awan di Indonesia meningkat dari 160 juta dollar AS menjadi sekitar 1,3 miliar dollar AS pada 2018.
Chief Technology Officer Amazon.com, Werner Vogels, dalam pertemuan terbatas dengan sejumlah media nasional, Kamis (20/9/2018), di Jakarta, menyampaikan rencana strategis itu.
"Sejak AWS dibentuk tahun 2006, kami percaya bahwa model cloud mampu mengurangi ongkos pengelolaan infrastruktur penyimpanan data dengan cara konvensional, cepat, dan keamanan sibernya lebih terjamin. Jika cloud diterapkan oleh instansi pemerintahan, kami menerka, kinerja pelayanan publik semakin efisien dan baik," ujar dia.
AWS menawarkan serangkaian layanan berbasis komputasi awan, mulai dari penyimpanan, pusat data, analisa, hingga aplikasi. Werner menjelaskan, rangkaian layanan tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan konsumen. Dengan demikian, harga AWS bisa lebih murah dibanding layanan sejenis yang ditawarkan pemain lain.
Dia menyebutkan, jumlah pengguna AWS di seluruh dunia telah mencapai jutaan perusahaan dan instansi. Mereka umumnya berlatar belakang pelaku usaha rintisan teknologi, misalnya, Tokopedia, Grab, Go-Jek, dan Traveloka.
Ada pula pelanggan berasal dari sektor industri tradisional, seperti perbankan dan manufaktur.
Di luar pasar Indonesia, layanan AWS telah dipakai oleh instansi pemerintahan. Werner mencontohkan pasar Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura.
Managing Director AWS for ASEAN, Nick Walton, berpendapat, wirausaha di Indonesia tumbuh subur. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah maupun usaha rintisan teknologi terus bermunculan. Kehadiran mereka membantu menopang perekonomian. Berangkat dari situasi ini, dia menyebut bisnis AWS di Indonesia tergolong mengalami pertumbuhan sangat pesat dibanding negara lain di Asia Tenggara.
AWS telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia sejak Desember 2016. Sifatnya masih mendukung keperluan teknis pelanggan. Untuk pemasaran, penjualan, dan pusat data, AWS melakukannya dari kantor Singapura.
"Tantangan adopsi cloud di Indonesia adalah edukasi. Masih banyak petinggi perusahaan dan pejabat belum terlalu peduli pentingnya transformasi digital serta mengikutsertakan pemanfaatan cloud di dalamnya. Kami akan gencar lakukan sosialisasi serta pendekatan ke target pasar," kata Werner.
Mengutip CNBC, pada tanggal 26 Juli 2018, AWS mengumumkan bisnis layanan penyimpanan data berbasis sistem komputasi awan tumbuh 48,9 persen pada triwulan II-2018. Pencapaian pertumbuhan bisnis ini membuat AWS menjadi pemain terkuat di pasar global, mengungguli Microsoft, Google, Oracle, dan Alibaba Cloud. Keempat pemain itu juga hadir menggarap pasar Indonesia.
Pada triwulan kedua tahun 2018, Amazon mengklaim, bisnis AWS berhasil meraup pendapatan senilai 6,11 miliar dollar AS. Nilai ini naik 48,7 persen dibanding triwulan sebelumnya.
Pendapatan AWS tersebut berkontribusi 11,5 persen terhadap total pendapatan Amazon. Jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, kontribusi AWS lebih kecil, yakni 10,8 persen. (MED)