JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah akan menunda pengerjaan sejumlah proyek strategis nasional untuk menekan defisit transaksi berjalan. Proyek infrastruktur yang belum memasuki tahap penyelesaian pembayaran akan ditunda setidaknya hingga lima tahun mendatang.
Transaksi berjalan defisit sejak triwulan IV-2011. Pada triwulan II-2018, transaksi berjalan defisit 8,028 miliar dollar AS atau 3,04 persen produk domestik bruto. Dengan mengurangi defisit transaksi berjalan, diharapkan tekanan terhadap rupiah juga akan berkurang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, daftar penundaan proyek strategis nasional masih dirumuskan. Pemerintah akan menyusun peta jalan penundaan proyek agar tidak berisiko di masa depan. Oleh karena itu, penundaan proyek tidak dilakukan serentak setiap sektornya terutama untuk ketenagalistikan.
“Jangka waktu penundaan proyek idealnya 5-6 tahun, artinya tergantung kebutuhan. Proyek yang belum penyelesaian pembayaran dan tidak begitu penting langsung masuk daftar penundaan,” kata Darmin di Jakarta, Jumat (14/9/2019).
Pemerintah butuh waktu untuk menyisir proyek infrastruktur yang akan ditunda. Daftar proyek harus disusun secara hati-hati agar tidak menimbulkan efek berganda di masa depan. Proyek infrastruktur yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi akan diprioritaskan. Sebab, pertumbuhan ekonomi diupayakan mencapai target 5,3 persen.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo menambahkan, pembahasan proyek ketenagalistrikan dan perhubungan masih harus dibicarakan lebih lanjut. Rapat koordinasi antara pemerintah dan badan usaha akan kembali digelar pekan depan.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, hingga Juni 2018, dari 223 proyek strategis nasional, baru 2 proyek yang selesai. Sebanyak 162 proyek masih tahap konstruksi yang ditargetkan beroperasi pada 2018 dan 2019. Adapun 6 proyek masih dalam tahap transaksi dan 53 proyek dalam tahap penyiapan.
Sebelumnya, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, pihaknya masih melakukan simulasi jika ada proyek pembangunan pembangkit listrik yang ditunda dan impor komponen luar negeri dibatasi. Simulasi dihitung per daerah tergantung kebutuhan masing-masing. Adapun target 23 persen Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025 masih sesuai rencana.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis nilai investasi proyek yang ditunda sebesar 24 miliar dollar AS-25 miliar dollar AS. Pembangunan proyek ditunda hingga 2021-2026.
Terkait pertumbuhan ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perbaikan neraca pembayaran menjadi penopang kekuatan ekonomi. Di tengah ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi tahun 2018 ditargetkan 5,2 persen atau lebih rendah dari APBN 2018 yang sebesar 5,4 persen. Tingkat konsumsi dan investasi melambat seiring pengendalian impor salah satunya kebijakan penundaan proyek.
Pertumbuhan impor ditargetkan turun dari 10 persen pada triwulan III-2018 menjadi 8 persen pada triwulan IV-2018. Sementara, pertumbuhan ekspor diupayakan naik dari 6-7 persen pada triwulan III-2018 menjadi 8 persen pada triwulan IV-2018.