NATUNA, KOMPAS - Ekspor kerapu hasil pembudidayaan kembali dilakukan para pembudidaya ikan di Kepulauan Natuna, awal pekan ini. Sedikitnya sebanyak 16.720 kg ikan kerapu hidup di ekspor untuk tujuan Hongkong, dengan nilai ekspor mencapai 100.314 dollar AS atau Rp 1,45 miliar. Ekspor dilakukan via jalur laut dengan menggunakan 2 buah kapal berbendera Hongkong yakni Kapal Mv. Cheung Kam Wah dan Kapal Cheng Wai Hing
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya Kamis (13/9/2018) di Jakarta membenarkan bahwa ekspor kerapu khususnya di Kepulauan Riau masih berjalan seperti biasa. Menurutnya, Kepulauan Riau merupakan sentra budidaya kerapu nasional dan secara geografis cukup dekat dengan akses pasar di Hongkong dan China.
"Sepanjang tahun ini berdasarkan pantauan kami, aktivitas ekspor khususnya di Kepulauan Natua masih stabil. Ekspor yang baru baru ini dilakukan di Natuna, menunjukkan bahwa Intensitas ekspor berjalan normal," ungkap Slamet.
Saat ini ada sedikitnya 2.500 orang yang terlibat dalam usaha kerapu di Natuna. Mereka tersebar di 15 Kecamatan di Kabupaten Natuna.
Harga kerapu juga masih stabil. Harga kerapu hybrid Rp 85.000 per kg, ikan kerapu tikus Rp 800.000 per kg dan kerapu sunu senilai Rp 350.000 per kg.
Untuk daerah lain seperti di Timur Indonesia memang ada penurunan intensitas ekspor, ini disebabkan karena akses yang jauh dari pelabuhan muat singgah, di sisi lain usaha budidaya banyak yang tidak tersentral dalam satu kawasan, sehingga kuota panen dinilai belum menutupi kapasitas angkut.
Namun, di sisi lain, menurut Slamet, Pemerintah juga harus konsisten untuk menuruti ketentuan UU no 17 Tahun 2007 tentang pelayaran, yang di dalammya ada ketentuan bahwa kapal berbendera asing tidak boleh keluar masuk wilayah perairan NKRI dan singgah antar pulau. Menurut Slamet, solusinya memang perlu ada kapal feeder Indonesia dari on farm ke pelabuhan muat singgah.
"Kalau bicara masalah jumlah kapal angkut ikan hidup hasil pembudidayaan sebenarnya yang beroperasi cukup banyak. Jika sebelum pemberlakuan Permen hanya sebanyak 20 buah, justru setelah Permen naik menjadi 28 buah. Namun bicara frekwensi, kita terikat dengan UU Pelayaran yang memang melarang kapal ikan asing bebas beroperasi di perairan Indonesia apalagi singgah antar pulau-pulau kecil. Pemberlakuan Permen 32 memang ada pengaruh, namun kita juga harus konsisten terhadap ketentuan undang-undang, apalagi menyangkut kedaulatan negara," tegas Slamet.
Slamet juga menuturkan, bagi pembudidaya ikan kerapu yang terdampak, KKP telah memberikan dukungan program untuk mulai mendiversifikasi komoditas budidaya ke non kerapu yang memiliki akses pasar lebih luas seperti kakap putih dan bawal bintang di beberapa daerah.
"Di beberapa daerah seperti NTB, budidaya ikan seperti bawal bintang mulai berkembang, ini saya rasa akan kita dorong sebagai alternatif komoditas selain kerapu," pungkas Slamet.
Sementara itu berdasarkan data volume ekspor kerapu hidup setiap bulan yang dirillis BPS tahun 2018, menunjukkan adanya pola bahwa ekspor kerapu hidup Indonesia setiap tahunnya (2014-2018) mulai meningkat sejak Agustus dan puncaknya sekitar Desember sampai dengan Januari tahun berikutnya. Pola ini menunjukkan tren ekspor kerapu cukup stabil.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.