JAKARTA, KOMPAS--Produk telepon seluler lokal sudah dipasarkan di dalam negeri. Kendati sudah dibuat di Indonesia, namun bahan baku utamanya masih diimpor.
Dengan bahan baku yang masih impor itu, maka pelemahan rupiah terhadap dollar AS diyakni akan berdampak pada biaya produksi ponsel lokal.
Nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin (10/9/2018), sebesar Rp 14.835 per dollar AS.
Associate Market Analyst International Data Corporation Indonesia (IDC) Risky Febrian mencontohkan, komponen utama bahan baku yang diimpor adalah modul kamera, prosesor, dan layar. Komponen-komponen ini belum memiliki substitusinya di pasar domestik karena belum ada pabrik material yang dapat memproduksi.
Dari sisi pasar, tambah Risky, sejauh ini volume pengiriman produk ponsel dari produsen ke distributor pertama masih tinggi. Hasil survei IDC Quarterly Mobile Phone Tracker triwulan II-2018 menyebutkan, jumlah pengiriman dari produsen ke distributor pertama mencapai 9,4 juta unit. Jumlah ini tumbuh 22 persen dibandingkan dengan triwulan I-2018 dan naik 18 persen dibandingkan dengan triwulan II-2017.
"Selama lima triwulan terakhir, rata-rata pertumbuhan pengiriman hanya tiga persen. Volume pengiriman setiap triwulan sekitar 7 juta-8 juta unit," ujar Risky.
Dia menjelaskan, volume pengiriman triwulan II-2018 yang besar disebabkan suplai produk dari produsen, salah satunya Xiaomi. Setelah merampungkan perluasan fasilitas produksi di Satnusa Persada Batam, Xiaomi agresif berproduksi.
Risky memperkirakan, produsen mempertimbangkan harga yang terjangkau agar bisa berkompetisi dengan pemain lain.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, impor ponsel pintar pada 2014 sebanyak 60 juta unit, sedangkan produksi dalam negeri 5,7 juta unit. Pada 2015, impor ponsel pintar turun menjadi 37 juta unit, sedangkan produksi lokal 50 juta unit untuk 23 merek lokal dan internasional. Pada 2016, impor ponsel turun lagi menjadi 18,5 juta unit, sedangkan produksi dalam negeri naik menjadi 68 juta unit. Adapun pada 2017, impor ponsel pintar 11,4 juta unit, sedangkan produksi lokal 60,5 juta unit untuk 34 merek lokal dan internasional.
Secara terpisah, Marketing Communications Director Erajaya Group Djatmiko Wardoyo, mengatakan, pihaknya memantau data perkembangan pengiriman dan penjualan yang dikeluarkan lembaga-lembaga survei pasar. Lalu, perusahaannya meninjau situasi di lapangan sebagai pembanding. Hasil survei dan pantauan lapangan itu menunjukkan, penjualan ponsel pintar di Indonesia tetap tumbuh. (MED)