Harga Anjlok, Pemerintah Harus Atur Pola Panen
BANYUWANGI, KOMPAS – Sejumlah petani cabai rawit di Banyuwangi mengeluhkan anjloknya harga jual di tingkat petani kendati tidak sedang dalam masa panen raya. Butuh regulasi pola panen agar pasokan cabai di pasar dapat diatur.
Anjloknya harga cabai di Banyuwangi merupakan imbas dari panen raya di sejumlah daerah di luar Banyuwangi. Akibatnya, cabai Banyuwangi yang biasa memenuhi pasar-pasar induk ikut tertekan mengikuti harga cabai dari daerah lain yang sedang panen raya.
Ketua Kelompok Tani Murni Desa Wongsorejo, Banyuwangi Ahmad Jamali mengatakan, harga cabai rawit merah di tingkat petani kini mencapai Rp 5.000 per kg. Harga ini terus merosot sejak pertengahan Agustus.
Ahmad mengatakan, di Awal Agustus harga jual cabai di tingkat petani masih berkisar Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per kg. Pertengahan Agustus, harga cabai mulai merosot di kisaraan Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kg. Sekarang harga menyentuh titik terendah hingga Rp 5.000 per kg.
“Saat ini kami belum memasuki panen raya. Kami khawatir kalau sudah masuk panen raya, cabai semakin tidak ada harganya,” ujarnya. Saat ditanya apa penyebab anjloknya harga cabai rwatir, Ahmad mengaku tidak paham.
Pantauan Kompas di Pasar Blambangan yang berjarak sekitar 20 km dari sentra cabai Wongsorejo, harga cabai mencapai Rp 14.000 per kg. Harga tersebut menurun dibanding ssehari sebelumnya yang mencapai Rp 16.000 per kg.
Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Banyuwangi Mohammad Khoiri menyebut, turunya harga cabai rawit dikarenakan kelebihan pasokan cabai di pasaran.
“Cabai Banyuwangi merupakan komoditas nasional. Cabai Banyuwangi dikirim hingga masuk ke pasar-pasar induk di Jakarta bahkan hingga Kalimantan. Kondisinya saat ini pasar-pasar induk tersebut sudah kebanjiran cabai dari daerah lain sehingga cabai Banyuwangi ikut tertekan sehingga mempengaruhi harga di tingkat petani,” ujar dia.
Khoiri mengatakan, luapan pasokan cabai ini karena banyak lahan pertanian di luar Banyuwangi yang mengalami alih fungsi lahan menjadi lahan cabai. Alih fungsi lahan tersebut dikarenakan para petani melihat peluang keuntungan dari tingginya harga cabai tahun di 2016 dan 2017.
Hal tersebut dibenarkan Direktur Pengembangan Agribisnis Pasar Komoditi Nasional Soekam Parwadi. Cabai Banyuwangi merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di tiga pasar induk yang dimiliki oleh jaringan Pasar Komoditi Nasional, di Palembang, Tangerang dan Surabaya.
“Saat ini memang sedang banjir pasokan cabai dari berbagai daerah. Per hari biasanya ada 50 ton hingga 60 ton cabai rawit merah yang masuk ke pasar induk di Tangerang. Namun dalam satu bulan terakhir, pasokan cabai rawit mencapai 80 ton per hari,” ungkapnya.
Ia menuturkan, di Banyuwangi memang belum memasuki masa panen raya cabai rawit. Namun kebun produksi di Blitar, Kediri, lumajang, Temanggung, Mangelang, Wonosobo dan Garut sedang panen besar-besaran.
Rantai Panjang
Soekam mengatakan, harga cabai rawit Banyuwangi di pasar Jabodetabek berkisar Rp 12.000 per kilogram. Harga itu lebih tinggi Rp 3.000 per kg dibandingkan harga beli cabai rawit saat sampai di pasar induk di Tangerang.
Soekam berharap petani bisa langsung menjual ke pasar Induk, agar keuntungan petani bisa lebih besar.
“Petani seharusnya bisa mendapat keuntungan yang lebih besar. Karena selisih ongkos transportasi dari Banyuwangi ke Tangerang sejauh 1.000 km berkisar Rp 1.000 per kg. Namun karena panjangnya rantai pasok, maka margin antara harga petani dan harga di pasar induk terlalu besar,” kata Soekam.
Ditanya mengenai banjir pasokan cabai, Soekam mengatakan, hal ini terjadi karena pola tanam yang tidak teratur. Selama ini Petani menanam berdasar insting dan musim yang paling tepat untuk menanam cabai, yaitu saat tidak banyak hujan.
Saat panen, semua cabai dipasok ke pasar induk hingga akhirnya pasokan lebih tinggi dari permintaan. Akibatnya harga cabai anjlok.
Pemerintah, tambahnya, seharusnya mengatur pola panen yang disesuaikan dengan kebutuhan. Angka kebutuhan konsumsi cabai diyakini tidak akan naik atau turun secara drastis. Bahkan disaat hari raya sekalipun, kenaikan kebutuhan konsumsi cabai maksimal akan naik 2 persen.
Selama ini kebutuhan konsumsi cabai rawit mencapai 1,6 kg per kapita per tahun. Sedangkan kebutuhan konsumsi cabai merah kriting 1,7 kg per kapita per tahun
“Negara harus mengatur panen sesuai kebutuhan konsumsi. Kalau panen jauh lebih banyak dari konsumsi, harga pasti akan jatuh. Demikian sebaliknya, kalau panen lebih sedikit daripada konsumsi, maka terjadi kelangkaan sehingga harga menjadi tinggi. Langkah ini bukan berarti intervensi negara terhadap petani. Ini cara untuk mengatur demi kestabilan harga,” tuturnya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Prof. Bustanul Arifin mengatakan selain regulasi, pemerintah juga harus mampu menggandeng swasta dan akademisi untuk melakukan aneka inovasi. Hal itu perlu dilakukan sebagai langkah pengendalian inflasi maupun deflasi.
Bustanul mengatakan yang terjadi pada komoditas cabai merupakan siklus tahunan. Kondisi ini serupa terjadi pada komoditas bawang merah dan tomat. Kondisi ini akan bertahan sekitar 2 bulan. Sementara di akhir tahun hingga di awal tahun depan harga cabai dapat naik hingga menembus hingga lebih dari Rp 80.000 per kg.
“Salah satu yang mungkin dilakukan ialah inovasi agriclimat. Hal itu dilakukan agar tidak ada penumpukan panen komoditas di bulan-bulan tertentu. Perlu adanya pemerataan panen agar pasokan cenderung stabil sepanjang tahun,” ujar Bustanul.
Selain itu, pemerintah daerah juga dapat mendorong para petani di daerahnya untuk membangun gudang-gudang penyimpanan. Gudang-gudang yang dibangun oleh gabungan kelompok tani tersebut bisa difungsikan untuk mengatur pasokan.
Adapun Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Kantor Wilayah Jember Lukman Hakim mengatakan, rendahnya harga cabai dapat menyumbang kontribusi deflasi. Namun, kondisi ini juga tidak baik bagi petani karena akan mengalami kerugian.
“Salah satu yang bisa dilakukan petani ialah bekerjasama dengan pembeli dengan harga kontrak. Di satu petani memang tidak akan mendapat keuntungan besar saat harga cabai sangat tinggi. Namun, di sisi lain petani mendapat kepastian harga,” ungkapnya.