JAKARTA, KOMPAS - Semakin marak perusahaan di Indonesia untuk terjun ke ranah bisnis sosial. Bisnis sosial adalah usaha yang dilakukan pebisnis tak semata berorientasi terhadap profit, tetapi juga terhadap kesejahteraan masyarakat dan menyelesaikan masalah sosial ekonomi.
Chairperson of Advisory Board Social Investment Indonesia Jalal dalam acara Indonesia B Corp Forum: Gotong Royong 2018 Using Business as a Force for Good di Jakarta, Senin (3/9/2018) mengatakan, tren terjun ke bisnis sosial sudah mulai terlihat selama 10 tahun terakhir. Geliat tersebut semakin terlihat selama lima tahun terakhir.
“Dulu lembaga swadaya masyarakat (LSM) sering bertentangan dengan perusahaan. Sekarang, keduanya berkolaborasi untuk memecahkan masalah bersama-sama,” kata Jalal.
Adapun ia menilai, tren bisnis sosial muncul berkat kecenderungan generasi milenial untuk berkontribusi kepada masyarakat dan mengembangkan diri.
Kondisi itu juga sejalan dengan program global, yakni Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Di taraf nasional juga didukung oleh berbagai peraturan pemerintah, seperti program Nawacita.
Operations Manager Waste for Change Annisa Paramita menyampaikan, perusahaannya bergerak di bidang pengelolaan sampah. Beberapa pekerja yang terlibat di dalamnya adalah para lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) yang kerap kesulitan mencari pekerjaan.
“Mereka bekerja layaknya di sektor formal. Mereka memiliki jam kerja dan kesehatan juga dijamin,” tuturnya.
Pendiri Bersama Anomali Coffee Irvan Helmi juga melakukan hal yang senada. Kedai kopinya yang telah memiliki banyak cabang tersebut mendatangkan kopi dari Papua. Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya dalam berbisnis secara inklusif. Perusahaannya ingin agar kalangan akar rumput, khususnya petani kopi, juga masuk ke dalam supply chain perekonomian.