Krisis keuangan di Argentina dan Turki semakin kuat pengaruhnya ke pasar keuangan global, khususnya negara-negara berkembang. Sejumlah ekonom di dalam negeri dan luar negeri menyebutnya sebagai efek rambatan yang berdampak negatif terhadap negara-negara berkembang.
Krisis tersebut membuat kepercayaan investor asing terhadap kedua negara itu semakin rendah. Banyak modal asing keluar dari Argentina dan Turki, sehingga mata uang kedua negara itu terdepresiasi cukup dalam. Hal itu juga memunculkan sentimen negatif pasar terhadap negara-negara berkembang lain, terutama yang transaksi berjalannya defisit.
Sentimen negatif pasar ini ditambah peningkatan daya tarik imbal hasil obligasi Pemerintah Amerika Serikat berjangka waktu 10 tahun, yang diperkirakan akan menembus 3,5 persen pada 2019. Kedua hal itulah yang menyebabkan modal asing lari dari negara-negara berkembang.
Sejak 29 Desember 2017 hingga 31 Agustus 2018, peso Argentina terdepresiasi 51,67 persen terhadap dollar AS, sedangkan lira Turki 43,85 persen. Adapun rupiah terdepresiasi 8,01 persen. Jumat (31/8/2018), rupiah ada di posisi terlemah tahun ini, yakni Rp 14.711 per dollar AS.
Dalam setahun terakhir, Argentina sudah menggelontorkan cadangan devisa sebesar 12,8 miliar dollar AS untuk menstabilkan peso terhadap dollar AS. Defisit transaksi berjalan Argentina pada triwulan II-2018 telah mencapai 4,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), sedangkan inflasi 23,17 persen. Argentina bahkan meminta suntikan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 50 miliar dollar AS dipercepat.
Untuk menarik dan menahan investor asing, Bank Sentral Argentina (BCRA) menaikkan suku bunga acuan sebesar 15 persen menjadi 60 persen. Ttujuannya, menarik minat investor asing. Sebelumnya, pada 2001, Argentina pernah mengalami gagal bayar utang luar negeri 80 miliar dollar AS.
Adapun Turki hanya memiliki cadangan devisa 85 miliar dollar AS pada akhir 2017. Turki harus mencari tambahan dana untuk membiayai defisit transaksi berjalan, termasuk utang jatuh tempo, rata-rata 200 miliar dollar AS per tahun. Defisit transaksi berjalan Turki pada triwulan II-2018 sebesar 5,5 persen PDB, sedangkan inflasinya 12,8 persen. Untuk menstabilkan lira dan mengendalikan inflasi, Bank Sentral Turki (TCMB) menaikkan suku bunga acuan dari 16,5 persen menjadi 17,5 persen pada Juni 2018.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki hubungan dagang dengan Argentina dan Turki, namun relatif tidak besar. Total nilai perdagangan Indonesia-Argentina pada 2017 sebesar 1,42 miliar dollar AS. Sementara, total nilai perdagangan Indonesia-Turki pada 2017 sebesar 1,7 miliar dollar AS. Krisis yang melanda kedua negara itu hanya sedikit berpengaruh di sektor perdagangan.
Pengaruh terbesar justru dari sentimen negatif pelaku pasar terhadap negara-negara berkembang. Di sisi lain, kinerja ekonomi AS yang tumbuh baik hingga paruh pertama tahun ini akan direspons dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed. Hal itu akan menyebabkan imbal hasil obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun semakin atraktif.
Bank Indonesia (BI) menilai, daya tahan ekonomi Indonesia masih kuat untuk menahan rupiah agar tidak jatuh lebih dalam. Selama ini, Indonesia sudah berhati-hati mengelola kondisi makroekonomi. Upaya itu terlihat dari inflasi tahunan yang terjaga, yaitu 3,2 persen hingga Juli 2018.
Pertumbuhan PDB triwulan II-2018 juga baik, yakni 5,2 persen. Per Juli 2018, penyaluran kredit perbankan tumbuh 11,04 persen. Selain itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan di bawah 3 persen PDB, sedangkan defisit APBN diproyeksikan di bawah 2,1 persen PDB pada akhir tahun ini.
Pemerintah telah berupaya menyelamatkan rupiah melalui kebijakan mandatori B20, peningkatan sektor pariwisata, peningkatan ekspor, dan penundaan sejumlah proyek. Mandatatori B20 diperkirakan menurunkan defisit transaksi berjalan hingga 2,2 miliar dollar AS. Sementara, penguatan sektor pariwisata, penundaan beberapa proyek, dan peningkatan ekspor akan menurunkan defisit sekitar 9 miliar dollar AS-10 miliar dollar AS pada 2019. Mari kita tunggu realisasinya. (Hendriyo Widi)