JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah menyiapkan langkah strategis untuk meredam gejolak harga bahan pangan. Caranya, dengan memantau pergerakan harga bahan pangan yang berpotensi menjadi penyumbang inflasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang dikutip Kompas, Minggu (26/8/2018), inflasi Juli 2018 sebesar 0,28 persen. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,18 persen. Adapun komoditas yang dominan dalam menyumbang inflasi Juli adalah telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai rawit.
Akhir pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pergerakan harga sejumlah bahan pangan dikendalikan agar tidak mengerek inflasi pada akhir tahun. Pengendalian harga dilakukan dengan memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusinya. Tahun ini, inflasi ditargetkan 2,5-4,5 persen.
Pemerintah juga akan berkoordinasi secara intensif dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga lonjakan harga pangan di daerah.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan, harga pangan yang bergejolak atau volatile food sulit ditahan karena puncak musim panen telah berlalu. “Volatile food sulit ditahan seperti pada 2016. Harga beras, daging, telur, dan sejumlah bahan pangan penyumbang inflasi terus naik,” ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga komoditas pangan dan bahan pangan yang biasa diimpor akan menimbulkan tekanan terhadap inflasi umum. “Apalagi, memasuki tahun politik, mitigasi inflasi pangan harus lebih ekstra,” katanya.
Seperti pernah dikemukakan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman, BI dan pemerintah memperkuat koordinasi kebijakan dalam pengendalian inflasi.
BI dan pemerintah juga memperkuat posisi cadangan beras pemerintah. Selain itu, menetapkan acuan kebijakan pengendalian inflasi pada periode 2019-2021 yang fokus pada upaya memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Upaya itu didukung ketersediaan data yang akurat, kerja sama antardaerah, perbaikan sarana produksi, dan infrastruktur.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita -sebagai anggota Tim Pengendalian Inflasi Pusat- menyampaikan, pemerintah sudah mengimpor 2 juta ton beras tahun ini sebagai cadangan beras pemerintah. Izin impor beras ini didapat melalui rapat koordinasi di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Kementerian Perdagangan menyiapkan langkah operasi pasar bila dibutuhkan. Begitu kondisi mengharuskan penetrasi pasar, akan kami siapkan dan lakukan,” ujar Enggartiasto.
Dengan stok yang ada, pemerintah belum berencana untuk mengimpor beras lagi. Apalagi, periode Lebaran -dengan kebutuhan beras yang meningkat- sudah berlalu. "Untuk apa kita impor lagi kalau sudah cukup. Lebaran kan sudah berlalu, jadi sisa cadangan beras pemerintah masih cukup,” katanya.
Menurut data Kementerian Perdagangan, stok Bulog per 21 Agustus 2018 sebanyak 2,1 juta ton beras. (DIM)