JAKARTA, KOMPAS — Asumsi nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan APBN 2019 cukup realistis untuk merespons gejolak ekonomi global jangka panjang. Optimisme pasar tetap ditiupkan agar target pembangunan bisa tercapai.
Pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dan nilai tukar rupiah Rp 14.400 per dollar AS dalam asumsi makro RAPBN 2019.
Director Economic Analysis and Operational Support Division Economic Research and Regional Cooperation Department Bank Pembangunan Asia (ADB) Edimon Ginting kepada Kompas mengatakan, target pertumbuhan 5,3 persen menyiratkan pesan, pemerintah tetap bekerja keras di tengah ketidakpastian global dan reformasi ekonomi yang akan tetap berjalan di tahun politik pada 2019.
Adapun soal nilai tukar rupiah, menurut Edimon, perdebatan bukan pada asumsi atau tingkat nilai tukarnya. ”Akan tetapi, pada fleksibilitas dalam merespons tekanan,” kata Edimon kepada Kompas, Minggu (19/8/2018).
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono menyampaikan, asumsi nilai tukar rupiah Rp 14.400 sudah mencerminkan kondisi fundamen perekonomian Indonesia. Jika nilai tukar dipatok di atas asumsi dapat menciptakan persepsi pembiaran.
”Asumsi nilai tukar Rp 14.400 per dollar AS memperlihatkan usaha Bank Indonesia dan pemerintah untuk meniupkan asa optimisme,” kata Tony.
Pemerintah dan BI mesti berupaya merealisasikan asumsi dasar ekonomi makro agar tidak terlalu jauh dari kondisi riil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, asumsi dasar ekonomi makro masih bisa berubah, menyesuaikan dengan dinamika global. Perekonomian Amerika Serikat yang terus tumbuh merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan. ”Mungkin AS tidak cukup panjang napasnya untuk bertahan. Hal itu yang kami lihat sebagai salah satu risiko tahun depan sehingga nilai tukar dipatok Rp 14.400 cukup konservatif,” kata Sri Mulyani.
Aturan disempurnakan
Bank Indonesia menyempurnakan aturan transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dan pihak asing. BI memperketat persyaratan dokumen underlying atau dokumen yang mendasari pembelian dan penjualan valas terhadap rupiah.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dan Pihak Asing.
Ada tiga tambahan aturan dalam PADG itu. Pertama, bank harus memastikan kebenaran dokumen underlying. Kedua, nasabah harus menambahkan dokumen perkiraan arus kas dan bank harus menilai kewajaran berdasarkan data historis paling sedikit satu tahun sebelumnya. Ketiga, menambah persyaratan pemberian kredit antarnasabah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah kepada Kompas, Minggu, mengatakan, penambahan dokumen untuk memastikan proyeksi kebutuhan valas korporasi tidak melebihi pembelian valas.
Menurut catatan BI, kebutuhan valas yang pada Februari 2018 sekitar 5,9 miliar dollar AS per hari meningkat menjadi 7 miliar dollar AS-8 miliar dollar AS per hari pada April dan Mei 2018. (KRN/HEN)