JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat berpenghasilan tinggi cenderung mewariskan kekayaan kepada generasi penerusnya. Hal ini menjadi acuan perusahaan asuransi membidik pasar tersebut.
Survei PwC 2014 menyebutkan, 95 persen bisnis di Indonesia dimulai dari perusahaan keluarga dan 57 persen di antaranya berencana meneruskan kepemilikan perusahaan tersebut kepada generasi penerusnya.
”Kenyataannya, nasabah kelas atas tetap memenuhi kebutuhan finansial, terutama proteksi dan investasi,” ujar Kepala Bancassurance PT Bank DBS Indonesia Natalina Syabana, Rabu (8/8/2018) di Jakarta.
Di sisi lain, Head of DBS Partnership Business Manulife Indonesia Richard Ferryanto mengatakan, tantangan yang dihadapi nasabah kelas atas adalah pengelolaan aset. Untuk itu, kata Richard, diperlukan tata kelola yang baik agar aset tersebut dapat diteruskan ke generasi berikutnya.
Oleh sebab itu, keberlangsungan pertumbuhan aset perlu dilindungi dari beberapa risiko. Menurut Richard, risiko, seperti inflasi, musibah tak terduga, dan kesehatan, mampu menghilangkan aset yang dimiliki para nasabah.
”Saat ini biaya-biaya kesehatan sudah semakin tinggi. Apabila tidak diproteksi, aset yang awalnya direncanakan untuk warisan akan tergerus nilainya,” kata Richard.
Untuk itu, Bank DBS Indonesia bekerja sama dengan Asuransi Jiwa Manulife Indonesia meluncurkan produk asuransi unit link. Unit link merupakan asuransi dengan skema penempatan dua sisi, yakni satu sisi untuk proteksi dan lainnya investasi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2015, pendapatan premi asuransi unit link Rp 57,21 triliun atau meningkat 9,68 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 52,16 triliun. Adapun pada 2016 mencapai Rp 74 triliun dan meningkat menjadi Rp 82 triliun pada 2017.
Sepanjang 2017, Manulife Indonesia membukukan premi Rp 4,4 triliun, meningkat 19 persen dari tahun ke tahun. Adapun bancassurance atau kerja sama pemasaran asuransi dengan perbankan berkontribusi sebesar 28 persen dari total premi tahun lalu. (E14)