JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Mandiri Syariah mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 13,99 persen per semester I-2018. Sejalan dengan itu, lebih dari separuh komposisi pendanaan perseroan merupakan dana murah.
Direktur Utama Mandiri Syariah Toni EB Subari, Kamis (9/8/2018), mengatakan, Bank Mandiri Syariah menumbuhkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 13,99 persen secara tahunan menjadi Rp 82,42 triliun. Toni mengungkapkan, 52,05 persen komposisi dana perseroan didominasi dana murah dengan total Rp 42,90 triliun.
Dengan perolehan DPK tersebut, aset Mandiri Syariah pada semester I-2018 menjadi Rp 92,81 triliun, meningkat 13,32 persen dari Rp 81,90 triliun pada periode tahun sebelumnya.
Sepanjang semester I-2018, jumlah rekening DPK Bank Mandiri Syariah bertambah 475.000 rekening sehingga menjadi 7,56 juta rekening.
”Kami bersyukur atas semua pencapaian ini. Terima kasih kepada nasabah atas kepercayaan dan loyalitasnya kepada Bank Mandiri Syariah,’’ ujar Toni dikutip dari siaran pers perseroan.
Dari sisi pembiayaan pada semester I-2018, Bank Mandiri Syariah mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,43 persen menjadi Rp 62,37 triliun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 58,06 triliun.
Segmen konsumer mencatatkan pertumbuhan tertinggi dengan angka kenaikan 27,44 persen secara tahunan menjadi Rp 23,79 triliun. Saat ini Mandiri Syariah telah melayani pembiayaan kepemilikan rumah, mobil, serta juga pembiayaan untuk pegawai dan pensiun.
Kenaikan pembiayaan diiringi pula dengan perbaikan kualitas. Hal itu tecermin dari perbaikan nonperforming finance (NPF) bersih dari 3,23 persen turun menjadi 2,75 persen. Sementara, NPF gros turun dari 4,85 persen menjadi 3,97 persen.
Bank Mandiri Syariah juga mampu mencetak laba bersih sebesar Rp 261 miliar pada semester I-2018. Perolehan laba Bank Mandiri Syariah naik 44,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 181 miliar. Kenaikan laba didukung perolehan margin bagi hasil bersih yang tumbuh 5,14 persen.
”Pertumbuhan laba ditopang naiknya pendapatan margin bagi hasil bersih atau fee based income (FBI), pengendalian biaya tak terduga (overhead), serta perbaikan kualitas pembiayaan,” tutur Toni.