Industri Keramik Minta Pemberlakuan Segera Safeguard
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kalangan pelaku industri keramik di dalam negeri berharap segera ada implementasi safeguard. Sembari menunggu implementasi tindakan pengamanan tersebut, mereka berharap setidaknya tarif bea masuk pengamanan sementara segera diberlakukan.
"Kami sangat mengharapkan ini karena posisi industri keramik sekarang terpuruk akibat produk impor," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/7/2018) petang.
Elisa mengatakan, produksi industri keramik nasional pada tahun 2013 hampir 500 juta meter persegi. Namun kini produksi keramik di dalam negeri rata-rata tinggal 330 juta meter persegi.
Penurunan produksi keramik ini antara lain dipengaruhi penurunan kebutuhan seiring penurunan di sektor properti. Hal yang paradoksal adalah saat kebutuhan keramik turun justru terjadi kenaikan impor keramik.
Elisa menuturkan, impor keramik pada periode 2013-2017 rata-rata naik 22 persen per tahun. Kenaikan impor ini terjadi saat masih ada pengenaan bea masuk 20 persen.
Asaki mencermati data Badan Pusat Statistik tentang impor keramik triwulan I-2018 yang naik hingga 35 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017. Kenaikan impor keramik terjadi ketika tarif impor turun menjadi 5 persen.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, mengatakan, dengan tarif 20 persen saja terjadi kenaikan impor keramik. "Jadi kami punya harapan, minimal safeguard harus naik 30 persen. Sebab kalau hanya kembali ke 20 persen ya sama saja, tetap mati," kata Edy.
Selain safeguard, industri keramik dalam negeri juga menginginkan harga gas yang berdaya saing seperti dijanjikan pemerintah. Harga gas kompetitif dinilai penting untuk mendorong industri dalam negeri agar mampu bersaing dengan barang impor di pasar domestik maupun untuk menggarap pasar ekspor.
Elisa mengatakan, Asaki juga akan terus berdialog dengan pemerintah terkait pengendalian impor. Ada beberapa mekanisme yang akan didialogkan selain hambatan tarif.
"Kami akan masuk ke hambatan nontarif karena safeguard itu bersifat temporer. Ini untuk menjaga agar industri keramik dalam negeri tetap mampu bertahan dan bertumbuh," ujarnya.
Menurut Elisa banyak mekanisme untuk pengendalian impor yang akan diajukan ke pemerintah, semisal inspeksi sebelum pengapalan dan pemeriksaaan mutu produk impor dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono beberapa waktu lalu mengatakan, pengajuan safeguard oleh pelaku industri keramik dalam negeri memiliki alasan kuat.
Sigit menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan utilisasi industri keramik nasional dari 80 persen menjadi 60 persen. Peringkat dunia industri keramik Indonesia yang sebelumnya di urutan empat pun turun menjadi posisi delapan.