Sejumlah Dinamika Global Pengaruhi Pergerakan Kurs Rupiah
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpastian keuangan global semakin meningkat seiring dengan berlanjutnya perang dagang ke perang mata uang. Hal itu menyebabkan pelemahan mata uang di banyak negara Asia, termasuk Indonesia.
Selasa lalu, rupiah berada di titik terlemahnya di tahun ini. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di posisi Rp 14.541 per dollar AS. Pada Rabu, rupiah menguat tipis di posisi Rp 14.515 per dollar AS. Adapun di pasar tunai rupiah menguat 0,48 persen di kisaran Rp 14.455-Rp 14.465 per dollar AS.
Pada Kamis (26/7/2018), nilai tukar rupiah kembali menguat. Berdasarkan kurs referensi Jisdor, nilai tukar rupiah di posisi Rp 14.443 per dollar AS.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah, kepada Kompas, Kamis (26/7/2018), mengemukakan, ada beberapa dinamika yang memengaruhi pergerakan rupiah dan mata uang di Asia pada Rabu lalu. Beberapa dinamika itu memengaruhi ekspektasi pasar.
”Namun, dinamika terbesar yang akan berpengaruh terhadap gejolak mata uang adalah rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS pada September dan Desember tahun ini. Selain itu adalah perang dagang AS-China dan pelemahan yuan yang dilakukan Bank Sentral China (PBoC),” ujarnya.
Beberapa dinamika yang memengaruhi pergerakan mata uang di Asia pada Rabu lalu adalah sebagai berikut.
1. Potensi sumber ketegangan baru antara Amerika Serikat dan China seiring dengan langkah Kongres AS yang akan menyetujui 2019 Defense Authorization Bill, yang di dalamnya terdapat klausul yang bertujuan menahan pengaruh China di Asia, yakni dengan memberi Pentagon peran yang proaktif dalam memperkuat kemampuan Taiwan untuk mencegah invasi dari China.
2. Optimisme pelaku pasar atas pengumuman Pemerintah China kemarin yang akan melakukan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Selain itu, kebijakan moneter juga akan dilakukan lebih fleksibel dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan deleveraging. Deleveraging adalah upaya perusahaan untuk mengurangi rasio pasiva terhadap ekuitas. Biasanya perusahaan berupaya mengurangi utang-utang yang ada dalam neraca keuangan mereka. Jika hal ini tak dilakukan, perusahaan bisa terancam mengalami kerugian.
3. Beberapa president regional bank The Fed mengimbau Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell agar lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga guna mencegah kurva imbal hasil bergerak terbalik. Menurut mereka, kurva imbal hasil yang bergerak terbalik itu berdasarkan historis merupakan tanda yang reliable dalam menandai resesi.
4. Harga minyak dunia yang sedikit mengalami kenaikan setelah data cadangan minyak AS menunjukkan terjadinya penurunan.