Utang Bank Dunia Dinilai Bukan untuk Akselerasi Reforma Agraria
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek utang Bank Dunia kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional atas nama Pemerintah Indonesia dinilai bukan sebagai bentuk akselerasi reforma agraria. Hal ini karena seluruh komponen utang Bank Dunia digunakan bukan untuk proyek reforma agraria.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika di Jakarta, Selasa (24/7/2018), menyatakan, seluruh komponen utang Bank Dunia digunakan bukan untuk reforma agraria, melainkan untuk program satu peta (one map policy) yang dikombinasikan dengan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dan layanan informasi tanah elektronik.
”Ini menunjukkan bahwa Badan Pertanahan RI dan Bank Dunia secara sengaja memberikan informasi yang salah kepada rakyat Indonesia bahwa kegiatan yang didanai utang tersebut sebagai proses akselerasi atau percepatan reforma agraria,” ujar Dewi ketika dihubungi.
Sebelumnya, Menteri ATR Sofyan Djalil menegaskan bahwa Bank Dunia berkomitmen mendukung program sertifikasi tanah melalui pinjaman sebesar 200 juta dollar atau Rp 2,7 triliun.
Menurut Dewi, program dari proyek utang Bank Dunia dengan proyek reforma agraria tidaklah sama. Bahkan, program tersebut bertentangan dengan semangat reforma agraria yang sedang dijadikan program prioritas Pemerintah Joko Widodo.
”Reforma Agraria dalam praktik di seluruh dunia bukanlah program pendaftaran tanah, sertifikasi tanah, dan pembuatan peta. Ini tentu klaim yang menyesatkan,” kata Dewi.
Ia menjelaskan, reforma agraria adalah penataan struktur agraria akibat ketimpangan penguasaan struktur agraria nasional. Hal ini berarti reforma agraria merupakan tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan konflik agraria berkepanjangan dengan mengedepankan pemulihan hak masyarakat atas tanah dan sumber-sumber ekonominya.
Adapun tujuan sebenarnya pemerintah menjalankan program reforma agraria adalah untuk mengurangi ketimpangan karena ada segelintir orang yang menguasai tanah begitu luas, sedangkan ada masyarakat yang tidak dapat memanfaatkan tanah.
Oleh karena itu, KPA mendorong agar BPN membatalkan proyek utang dengan Bank Dunia. Selain itu, pemerintah juga perlu segera merealisasikan janji reforma agraria melalui program redistribusi tanah kepada rakyat yang berhak. Hal ini bertujuan membuat tanah-tanah tersebut produktif dan menjadi jalan untuk kesejahteraan dan keadilan sosial.
”Reforma agraria tidak didanai utang karena akan membelokkan tujuan utama reforma agraria yang sesuai dengan UUPA 1960 dan Konstitusi UUD 1945. Reforma agraria haruslah dipimpin langsung oleh Presiden dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaannya,” kata Dewi.
Terkait tuduhan KPA tersebut, Kementerian ATR/BPN belum memberikan tanggapannya secara langsung. Sejumlah dirjen juga tidak merespons ketika dimintai konfirmasi.