Buruh migran Indonesia bersantai di Victoria Park, Hongkong, Minggu (3/3). Taman kota ini biasa menjadi tempat berkumpul sekaligus tempat menggelar berbagai kegiatan rutin komunitas-komunitas buruh migran Indonesia saat mereka libur.Kompas/Erwin Edhi Prasetya (RWN)03-03-2013(foto ficer perjalanan)
JAKARTA, KOMPAS -- Pembinaan karakter merupakan kunci penting untuk memperbaiki pengelolaan keuangan para pekerja migran Indonesia. Kesuksesan pembinaan akan melahirkan pemberdayaan yang menular, tidak hanya di antara pekerja migran, tetapi juga keluarga yang ditinggalkan di Tanah Air.
Kesimpulan ini diperoleh setelah program pengajaran keuangan diberikan kepada 34 pekerja migran di Hongkong sejak Maret 2018. Yayasan Beruang Cerdas Indonesia, yang dipercaya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, melaksanakan proyek percontohan dengan misi pemberdayaan untuk meningkatkan kondisi keuangan pekerja migran, khususnya di sektor informal.
"Masalah yang kami temukan di antara para pekerja migran adalah karakter dan mental. Faktor ini mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengelola keuangannya. Jadi, edukasi literasi keuangan saja tidak cukup," papar Pendiri Beruang Cerdas Candra Chahyadi, dalam konferensi pers terbatas di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Faktor mentalitas yang menjadi kendala, antara lain, ketidakpercayaan diri dengan profesi dan kemampuan diri, kenyamanan semu akibat perubahan lingkungan dan gaya hidup, hingga jarak dengan keluarga yang menjadi tanggungan buruh migran.
"Masalah tersebut perlu dibereskan. Akan tetapi, tidak mungkin bisa dilakukan jika tidak ada pendampingan," ujar Candra.
Program pengajaran keuangan dilakukan dengan membentuk lima kelompok yang dibekali modul dan video edukasi keuangan untuk bahan diskusi setiap minggu. Bimbingan dan pendampingan jarak jauh diberikan Beruang Cerdas secara intensif selama 12 minggu. Peserta diajarkan membuat catatan dan perencanaan keuangan, hingga diberikan motivasi untuk menahan godaan pengeluaran yang tidak perlu.
"Pada akhir program, tujuh peserta kami berhasil meningkatkan jumlah tabungan rata-rata Rp 2 juta. Jika program ini dipadatkan menjadi satu bulan untuk 17 lapisan, permasalahan keuangan sekitar 156.000 pekerja migran di Hongkong akan selesai dalam waktu satu setengah tahun," tutur Candra.
Program ini diharapkan mendukung Kemenaker RI dengan meningkatkan jumlah remitansi karena pekerja migran dapat menabung lebih banyak, mendorong pekerja migran lebih produktif, memutus mata rantai keluarga pekerja migran, hingga mempersiapkan buruh migran yang ingin menjadi pengusaha sekembalinya di Indonesia.
Desa migran
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Maria Magdalena mengatakan, program seperti itu layak didukung dan diteruskan kepada keluarga maupun mantan pekerja migran di Indonesia. Hal itu akan mendukung pemerintah yang kini giat membangun Desa Migran Produktif (Desmigratif).
"Banyak desa yang menjadi kantong pekerja migran. Kita perlu mengintervensi dengan memberikan edukasi keuangan di sana. Sekalipun pekerja migran ini sudah diedukasi, bagaimana permasalahan kesejahteraan ini selesai kalau keluarganya tidak mampu mengelola keuangan," terangnya.
Sejak diluncurkan pada 2017, program Desmigratif telah diterapkan di 122 desa. Pada 2018, jumlahnya direncanakan bertambah hingga 252 desa. Sekitar 70 persen Desmigratif berlokasi di Pulau Jawa, sedangkan sisanya tersebar antara lain di Lampung, Jambi, NTB, dan NTT.
Melalui program Desmigratif, desa yang terpilih memiliki pusat layanan migrasi, kegiatan usaha produktif untuk keluarga dan mantan pekerja migran, Rumah Belajar Desmigratif, serta koperasi untuk mendukung usaha produktif di desa.
"Jika dengan adanya program pengajaran keuangan pekerja migran bisa menabung, maka pemerintah harus kasih alternatif usaha supaya mereka mau pulang dan bisa berdaya di tempat asalnya," ujar Magda. (E02)