JAKARTA, KOMPAS--PT Bursa Efek Indonesia berupaya menambah komposisi kepemilikan investor lokal untuk memperkuat ketahanan pasar modal. Generasi milenial disasar.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), kepemilikan investor lokal hingga Mei 2018 sekitar 52,21 persen dari kapitalisasi pasar yang mencapai Rp 6.450 triliun. Kondisi ini berkebalikan dengan akhir 2016, yakni kepemilikan investor lokal hanya 45,5 persen dari total kapitalisasi pasar.
Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi, menyampaikan, untuk menjamin imbal hasil yang tinggi -sebagai magnet bagi investor lokal-, BEI mengupayakan terciptanya transaksi yang wajar, teratur, dan efisien. Hasilnya, sebaran investor lokal semakin merata, dengan peningkatan persentase investor di Pulau Jawa.
Pada akhir 2015, sekitar 81 persen dari total investor domestik bermukim di Pulau Jawa. Adapun pada Mei 2018, investor yang bermukim di Jawa menjadi 75 persen.
“Kalau melihat data yang ada, jumlah investor lokal terus meningkat dari 438.000 pada 2015 menjadi 702.000 pada tahun ini. Artinya, sebaran investor lokal semakin merata, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa,” ujar Hasan di Jakarta, pekan lalu.
Kampanye “Yuk Nabung Saham” dan sebaran informasi secara luas meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Komunitas investor jadi kepanjangan tangan BEI untuk menyebarkan semangat berinvestasi kepada masyarakat. Fasilitas sistem perdagangan dalam jaringan yang disediakan perusahaan sekuritas mempermudah akses masyarakat terhadap pasar modal.
Namun, lanjut Hasan, pihaknya masih perlu bekerja sama dengan platform perdagangan elektronik agar semakin mudah merangkul investor dari generasi milenial yang lahir pada 1980-1999.
“Kami tidak mungkin menawarkan pola transaksi cara lama kepada generasi milenial. Untuk transaksi yang lebih cepat dan praktis, kami harus fokus menyediakan instrumen investasi yang lebih ramah digital dan efisien,” ujarnya.
Hasil survei The Indonesia Capital Market Institute (TICMI) terhadap kalangan milenial pada 25 April 2018 menunjukkan, sebagian besar generasi milenial telah mengelola keuangan mereka. Dari 168 responden, sebanyak 61,76 persen di antaranya telah berinvestasi.
Sekitar 54,41 persen milenial berinvestasi di pasar modal, sedangkan sisanya di produk perbankan dan sektor riil. Dari 54,41 persen tersebut, mayoritas berupa saham (80,88 pesen), disusul reksa dana (16,18 persen), obligasi (1,47 persen), dan lainnya (1,47 persen).
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi, menilai, hasil survei tersebut menunjukkan generasi milenial tertarik dengan pasar modal karena pemahaman mengenai kesulitan berinvestasi di pasar modal sudah pudar. Inovasi telah dilakukan agar masyarakat, lebih mudah mengakses saham dengan gawai di genggaman tangan. “Perilaku dan aktivitas milenial tak bisa dilepaskan dari gawai, sehingga akses investasi pasar modal harus ramah terhadap gawai,” ujarnya.
Literasi
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan berupaya menggenjot tingkat literasi pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Hoesen, memaparkan, pemahaman terkait pasar modal perlu diberikan sejak bangku sekolah. Dengan cara itu, pemahaman terhadap produk keuangan di pasar modal bisa meningkat.
"Di beberapa negara, kegiatan edukasi harus berlangsung terus-menerus. Upaya sudah dilakukan. Kelihatannya perlu memasukkan pendidikan mengenai pasar modal ke pendidikan formal," ujar Hoesen.
Terkait upaya menyasar investor pasar modal dari kalangan anak muda, OJK menyusun rancangan Peraturan OJK terkait layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding.
Chief Executive Officer Jouska.id Aakar Abyasa Fidzuno menyarankan investasi di pasar modal sebagai salah satu investasi bagi generasi milenial. Alasannya, investasi langsung di pasar saham dapat memperkuat perekonomian nasional.
Secara makro, papar Aakar, menambah investor dalam negeri berpotensi meningkatkan arus modal dalam negeri. “Naiknya sumber pendanaan dalam negeri berarti ketergantungan negara pada asing berkurang,” ujarnya.
Aakar menambahkan, pasar saham juga memberi kesempatan kepada investor untuk mengelola investasi secara mandiri.
Selain literasi, pendiri Zap Finance Prita Hapsari Ghozie mengemukakan, milenial membutuhkan kedisiplinan diri dan kesabaran dalam investasi saham. Dia menegaskan, ada alokasi dari penghasilan untuk investasi saham setiap minimal sebulan sekali.