Indonesia Siap Negosiasikan Fasilitas GSP ke Amerika Serikat
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan berkunjung ke Amerika Serikat dalam rangka membahas apakah Indonesia masih bisa menikmati fasilitas Sistem Preferensi Umum atau tidak. Selama ini terdapat 3.547 produk Indonesia yang memperoleh fasilitas Sistem Preferensi Umum itu.
Kunjungan kerja ke Amerika Serikat dijadwalkan pada 21-28 Juli 2018. Dalam kunjungan ini, Indonesia diagendakan bertemu duta besar United States Trade Representatives (USTR) untuk membahas upaya mengkaji ulang Amerika Serikat terhadap negara-negara penerima fasilitas Sistem Preferensi Umum (Generalized System of Preferences/GSP). Indonesia adalah salah satu negara penerima fasilitas GSP.
GSP diberikan secara sepihak oleh negara pemberi preferensi. Negara maju dapat memberikan perlakuan tarif lebih rendah terhadap produk negara berkembang ketimbang produk yang sama dari negara maju dalam jangka waktu tertentu.
Sistem ini idealnya meningkatkan devisa, mempercepat industrialisasi, dan pertumbuhan negara-negara berkembang, dengan memberikan atau membuka peluang untuk memasarkan barang-barang agar dapat bersaing di pasar negara maju. Apabila fasilitas itu dicabut, dampak negatif yang bakal timbul adalah kenaikan biaya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dalam konferensi pers, Jumat (13/7/2018) malam, di Jakarta, menegaskan, kunjungan kerja tersebut bukan negosiasi perdagangan. Amerika Serikat mengkaji ulang seluruh negara penerima fasilitas GSP dan Indonesia masuk di dalam daftar itu. Dengan demikian, fokus utama pemerintah Indonesia adalah memastikan, apakah Indonesia masih akan memperoleh fasilitas atau tidak, baru kemudian berbicara mengenai produk.
Lebih jauh mengenai jenis komoditas, Enggartiasto memastikan, jumlahnya banyak, misalnya ikan dan udang. Enggartiasto juga menyebutkan, akan membahas mengenai tarif impor besi baja dan aluminium ke Amerika Serikat.
Berdasarkan data Kemendag, nilai perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat pada 2017 sebesar 25,91 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, ekspor Indonesia ke AS mencapai 17,79 miliar dollar AS dan impor Indonesia dari AS sebesar 8,12 miliar dollar AS. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat surplus 9,67 miliar dollar AS.
Sepanjang Januari-April 2018, perdagangan Indonesia-Amerika Serikat tercatat 9,36 miliar dollar AS. Ekspor Indonesia sebesar 6,10 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia 3,26 miliar dollar AS. Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat surplus 2,84 miliar dollar AS.
Penyumbang defisit
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengungkapkan, langkah AS menguji ulang negara penerima fasilitas GSP adalah karena Indonesia dianggap sebagai salah satu negara penyumbang defisit untuk mereka.
"Kaji ulang akan melihat apakah negara penerima itu eligible atau tidak. Kriteria eligible diukur dari berbagai faktor, seperti akses pasar dan barrier investasi," kata dia.
Menurut Oke, kontribusi ekspor komoditas penerima fasilitas Sistem Preferensi Umum terhadap total ekspor sebesar 10 persen atau senilai 1,9 miliar dollar AS.
Enggartiasto menambahkan, perang dagang Amerika Serikat dan China akan berdampak ke pasar Indonesia. Untuk jangka panjang, misalnya, dia memperkirakan ada potensi barang-barang China masuk lebih banyak ke Indonesia. Apalagi, China sudah melihat Indonesia sebagai salah satu pasar potensial mereka.
"Indonesia tidak boleh melarang produk mereka (China) masuk. Indonesia harus segera meningkatkan kualitas barang lokal sehingga berdaya saing. Sejalan dengan itu, kami berupaya memasarkan produk Indonesia ke pasar-pasar nontradisional, seperti Tunisia dan Maroko," tambahnya. (MED)