Semakin Banyak Perusahaan Implementasi “Internet of Things”
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Kompas
Ilustrasi seorang pria mencoba berbagai program di monitor yang terkoneksi dengan internet
JAKARTA, KOMPAS - Semakin banyak perusahaan yang mengimplementasikan teknologi produk terkoneksi internet (internet of things/IoT). Pihak yang menerapkan teknologi tersebut paling banyak adalah lembaga pemerintahan dan pelayanan publik serta perusahaan yang bergerak di bidang industri dan agrikultur.
Laporan Access the Enterprise IoT Market in Southeast Asia 2018 yang dilaksanakan oleh Asia IoT Business Platform menyebutkan, 83 persen bisnis di Indonesia telah mengeksplorasi teknologi IoT.
Dari jumlah tersebut, 37,6 persen berada pada kategori mempelajari solusi IoT, 29 persen mengeksplorasi solusi IoT, 11,8 persen mengimplementasi IoT, 5,1 persen telah mendapat manfaat dari implementasi IoT, serta 16,2 persen tidak familiar dengan IoT sama sekali.
Adapun survei dilakukan pada 2017 dan diikuti sebanyak 1.573 orang dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
“Kemampuan untuk menggunakan teknologi akan menentukan daya saing Indonesia. Jumlah telah mengeksplor IoT lumayan tinggi diantara negara Asia Tenggara lainnya,” tutur Direktur Asia IoT Business Platform Irza Suprapto, dalam konferensi pers terkait Asia IoT Business Platform 2018 selama 28-29 Agustus, di Jakarta, pekan ini.
Tingkat eksplorasi IoT Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan Malaysia (27,44 persen), Filipina (26,49 persen), Thailand (24,8 persen), dan Vietnam (27,32 persen). Namun, tingkat tidak familiar akan IoT Indonesia masih kalah dengan Malaysia (13,88 persen) dan Thailand (10,35 persen).
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers Asia Internet of Things Business Platform, di Jakarta, Rabu (4/7/2018). Tampak Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan (ketiga dari kanan) turut hadir dalam acara tersebut.
Dalam survei itu juga disebutkan, lembaga pemerintahan dan pelayanan masyarakat (43,3 persen) yang telah menjelajahi IoT. Setelah itu, diikuti oleh perusahaan di bidang industri (40 persen) dan agrikultur (13,5 persen).
Adapun implementasi IoT dinilai meningkatkan produktivitas perusahaan, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan relasi dengan pelanggan.
Dalam mempelajari, menerapkan, dan mengembangkan IoT, pebisnis melihat bahwa biaya, keamanan, integrasi dan kompleksitas sistem, serta ketersediaan sumber daya manusia masih menjadi masalah utama.
Salah satu perusahaan yang telah menerapkan IoT adalah PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART), perusahaan di bidang agribisnis. Director of Supply Chain PT SMART Ronny Rombe menambahkan, PT SMART belum mengetahui terkait IoT hingga empat tahun yang lalu.
“Kami belajar, membuat roadmap dan blueprint sehingga sekarang masuk dalam taraf implementasi,” kata Ronny. IoT membuat manajemen gudang logistik perusahan menjadi lebih efisien.
Ia mencontohkan, gudang perusahaan biasanya diisi oleh kendaraan berat untuk memindahkan barang. Kini, barang dipindahkan oleh mesin secara otomatis dan cukup diawasi oleh operator. Operator dibekali dengan keterampilan teknik mesin dan teknologi informasi (IT).
Saat ini, perusahaannya masih menggunakan IoT untuk mengolah data internal. Ia memproyeksikan agar ke depan perusahaan berkolaborasi dengan pihak lain untuk meningkatkan kapabilitas perusahaan.
Misalnya, berkolaborasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mengetahui kondisi cuaca atau pelabuhan guna mengetahui kapasitas bea cukai setempat. “Hal itu untuk mengantisipasi pengoperasian yang lebih cerdas, efisien, dan responsif,” ujarnya.
Managing Director Cikarang Inland Port Benny Woenardi mengucapkan, perusahaannya menerapkan IoT sejak 2011. “Alokasi awal perusahaan untuk menerapkan IoT mencapai Rp 10 miliar, tetapi yang dipakai tidak sampai 50 persen,” katanya.
Setiap tahun, Cikarang Inland Port sebagai pelabuhan daratan menerapkan alokasi dana yang berbeda untuk menambah implementasi IoT. Besaran jumlah modal setiap tahunnya dinyatakan tidak sebesar modal awal yang harus dikucurkan perusahaan.
Komitmen pemerintah
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk memastikan revolusi industri 4.0 di Indonesia berjalan lancar.
Berdasarkan catatan Kompas, revolusi industri 4.0 adalah transformasi digital yang mengkombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, serba internet, robotik, dan cetak tiga dimensi.
Pemerintah baru-baru ini juga telah meluncurkan peta jalan (roadmap) Industri 4.0 untuk meningkatkan nilai tambah industri manufaktur dalam negeri agar semakin bersaing secara global.
“Pemerintah akan memastikan infrastruktur dan teknologi elektronik tersedia,” tutur Samuel. Dalam implementasinya, keamanan data juga menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian utama. Pembahasan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang telah lama terkatung-katung dinyatakan akan segera selesai.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers Asia Internet of Things Business Platform, di Jakarta, Rabu (4/7/2018). Tampak Direktur Asia IoT Business Platform Irza Suprapto sedang memberikan sambutan