Pemerintah Berambisi Lanjutkan Penerbitan Green Sukuk
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah Indonesia berpeluang menerbitkan kembali surat utang syariah berwawasan lingkungan atau green sukuk di pasar domestik. Pasalnya, antusiasme pasar domestik terhadap penerbitan surat utang syariah ini tinggi.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto, Kamis (5/7/2018) di Makassar, Sulawesi Selatan, menjelaskan, penerbitan selanjutnya akan dilakukan tahun 2019 seusai laporan penerbitan green sukuk sepanjang 2018 selesai.
”Penerbitan selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan juga mempertimbangkan permintaan yang ada di pasar sesuai dinamika dan mekanisme investasi setahun ini,” ujar Suminto dalam Konferensi Internasional Keuangan Syariah ke-3 di Makassar.
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan green sukuk pertama di pasar global pada 1 Maret 2018 yang mampu menyedot peminat 7,2 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Dari jumlah itu, pemerintah hanya merealisasikan 3 miliar dollar AS, terdiri dari global green sukuk senilai 1,25 miliar dollar AS dengan tenor 5 tahun dan regular global sukuk senilai 1,75 miliar dollar AS dengan tenor 10 tahun.
Kedua jenis surat utang syariah ini memiliki persentase yield atau imbal hasil yang berbeda. Global green sukuk memberikan imbal hasil sebesar 3,75 persen, sementara regular global sukuk memberikan yield 4,40 persen.
Penerbitan green sukuk merupakan bentuk pembiayaan inovatif pemerintah untuk menanggulangi perubahan iklim. Hal itu menjadi penting karena pemasukan pemerintah dari pajak dan pinjaman bilateral belum cukup untuk mendanai misi pemerintah dalam mengurangi emisi global 2030.
”Penanggulangan perubahan iklim dan pengurangan emisi global 2013 memerlukan asupan kapital sebesar 50 miliar dollar AS. Pemasukan pemerintah lewat pajak, pinjaman bilateral dan partners tidak akan mencukupi,” katanya.
Selain semakin memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global, lanjut Suminto, penerbitan global green sukuk berhasil menarik minat berbagai investor, baik dari dalam maupun luar negeri.
”Mayoritas investor didominasi investor dari kawasan kawasan Timur Tengah dan Malaysia sebanyak 32 persen. Sisanya tersebar dari wilayah lain di Asia, Amerika Serikat, dan Eropa,” ujarnya.
Head of Islamic Finance World Bank Abayomi A Alawode menilai setiap negara, terutama dengan potensi keuangan syariah yang besar, harus menangkap peluang di tengah ketertarikan global terhadap instrumen green sukuk.
”Green sukuk Ini merupakan salah satu instrumen dan solusi atas kebutuhan masyarakat global terhadap pembiayaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sepanjang 2017, penerbitan sukuk global mencapai 65 miliar dolar AS. Malaysia masih menjadi pemimpin pasar sukuk global, menguasai 38,5 persen, disusul Indonesia (24,7 persen), Qatar (9,9 persen), dan Uni Emirat Arab (9 persen).