JAKARTA, KOMPAS--Bank Indonesia merelaksasi kebijakan rasio pinjaman terhadap aset untuk meningkatkan pertumbuhan sektor properti. Pelonggaran kebijakan yang berlaku mulai 1 Agustus 2018 ini juga diharapkan bisa mendorong kontribusi perbankan dalam pertumbuhan sektor properti.
Dalam kebijakan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) yang baru, fasilitas kredit rumah pertama diserahkan kepada perbankan. Hal ini mempengaruhi besaran batas minimal uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) yang juga diserahkan kepada perbankan.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta mengatakan, tidak ada imbauan kepada perbankan agar tidak menaikkan suku bunga KPR. "Kami memberi keleluasaan kepada perbankan untuk menentukan suku bunga KPR sesuai analisis risiko masing-masing. Kami tidak atur," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/7/2019).
Menurut Filianingsih, keleluasaan yang diberikan BI melalui relaksasi LTV akan menciptakan kompetisi yang sehat antarbank dalam menentukan suku bunga KPR. BI berharap, perbankan berkontribusi dalam pertumbuhan properti melalui efisiensi biaya dana.
Proyeksi BI, sebagaimana dipaparkan Filianingsih, relaksasi LTV ini akan membuat KPR tumbuh 13,46 persen per Desember 2018. Besaran KPR itu diperkirakan berkontribusi 0,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2018.
"Pertumbuhan secara signifikan dapat dilihat dalam tiga triwulan mendatang. Akan tetapi, kami akan mengevaluasi kebijakan relaksasi ini setiap bulan," tuturnya.
Dari sisi konsumen, Filianingsih berharap, pembeli dapat membandingkan program KPR antarbank secara mandiri.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rohan Hafas mengatakan, Bank Mandiri memberi kemudahan uang muka nol persen selama calon debitur dapat memenuhi persyaratannya. Menurut Rohan, hal ini dapat membantu nasabah memiliki rumah pertama.
Adapun Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Handayani mengakui, hingga kini BRI belum berencana menaikkan suku bunga KPR. BRI akan lebih dulu meningkatkan efisiensi dengan cara mendigitalisasi transaksi.
Managing Director Distribution Network PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi Satria menyambut baik kebijakan relaksasi LTV. "Kami optimistis KPR dapat tumbuh 23 persen pada tahun ini dengan rasio kredit bermasalah terjaga di angka 2,38 persen," ujarnya.
Uang muka besar
Hingga kini, konsumen cenderung membayar uang muka KPR sebesar-besarnya. Dengan cara itu, cicilan KPR dapat ditekan.
Safara Cathasa (21), karyawan di Jakarta, berpendapat, jika cicilan besar, maka suku bunga KPR yang dibayarkan juga besar. "Padahal, bunga yang dibayarkan itu sebenarnya bisa dialokasikan ke kebutuhan lain," katanya.
Sementara, Yustinus Marcellino (24), karyawan swasta di Jakarta, berpendapat, biaya yang dikeluarkan untuk hunian akan lebih besar jika cicilannya besar.
Valentin Kartika (24), pegawai kontrak di instansi pemerintahan, melihat lebih dulu lokasi hunian yang diincar dan tawaran KPR dari bank.
Survei harga properti residensial yang dilakukan BI menunjukkan, lebih dari 70 persen konsumen menggunakan KPR untuk membeli rumah.