Inovasi dan Kompetisi
Sebagai perusahaan elektronika dalam negeri yang berdiri sejak 1975, PT Hartono Istana Teknologi telah mengalami berbagai dinamika. Tantangan bertahan di tengah persaingan dialami di perjalanan lebih dari 40 tahun itu.
Oleh C Anto Saptowalyono
Perusahaan dengan merek dagang utama Polytron tersebut memiliki fasilitas riset dan pengembangan. Ide-ide dasar sebelum menjadi produk lebih dulu melalui proses desain oleh karyawan atau insinyur Indonesia yang notabene lulusan universitas negeri, swasta, maupun luar negeri.
PT Hartono Istana Teknologi mengisi kebutuhan berbagai produk elektronika di pasar dalam negeri maupun ekspor.
Saat berkunjung ke pabrik Polytron pada awal Juni 2018, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan, sejak lama ia ingin mengunjungi pabrik Hartono Istana Teknologi. Airlangga menyebutkan, perusahaan yang berbasis di Kudus, Jawa Tengah itu merupakan salah satu kekuatan industri elektronika nasional. Ia juga mengapresiasi perusahaan elektronika—termasuk Polytron— yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Apalagi, pemerintah telah menempatkan industri elektronika sebagai salah satu dari lima sektor yang pada tahap awal diprioritaskan dalam implementasi revolusi industri generasi keempat atau industri 4.0.
Chief Executive Officer Hartono Istana Teknologi, Hariono, dalam kesempatan itu memaparkan sekilas perjalanan dan pencapaian Polytron.
Saat ini produk bermerek Polytron di antaranya peranti audio visual, televisi, lemari es, mesin cuci, penanak nasi elektronik, pengondisi udara atau AC, dan telepon seluler cerdas.
Di sela-sela acara di Kudus itu, Kompas berbincang dengan Hariono. Berikut petikannya.
Dalam sambutan tadi Anda menyampaikan bahwa inovasi adalah salah satu kunci bagi Polytron untuk bertahan. Boleh dijelaskan?
Ya, benar. Inovasi yang menjadikan kami tetap eksis meskipun terjadi persaingan. Seperti diketahui, dulu pada era 1980-an adalah zamannya banyak produk elektronika dengan merek Eropa yang beredar di pasar. Kami tetap mampu bertahan.
Seiring perjalanan waktu, menyusul kemudian produk elektronika dari Jepang yang menggantikan. Kami juga tetap mampu bertahan. Selanjutnya produk elektronika Korea Selatan datang. Kami pun tetap mampu eksis.
Patut dicatat, persaingan dulu dengan sekarang itu berlainan. Semakin ke sini, persaingan di industri elektronika semakin keras dan ketat. Salah satu kunci kami bisa bertahan adalah karena inovasi. Kami, misalnya, dapat memanfaatkan energi panas yang dilepaskan refrigerator (lemari es) untuk dipakai sebagai pemanas. Demikian pula power speaker untuk televisi dan produk inovatif lainnya.
Tanggapan Anda mengenai rencana pemerintah memberikan insentif terkait inovasi untuk mendorong perusahaan memiliki riset dan pengembangan?
Sebetulnya rencana ini merupakan satu hal yang positif supaya industri dalam negeri memiliki kegiatan riset dan pengembangan. Kegiatan riset dan pengembangan tersebut penting bagi industri dalam mengembangkan produk.
Hal ini agar industri dalam negeri tidak hanya menjadi tukang jahit atau tukang rakit. Kami memulai dari kecil. Sampai sekarang tidak ada insentif pun, kami berusaha tetap eksis di pasar melalui inovasi.
Bagaimana menyikapi persaingan dengan barang impor?
Saya rasa semua tergantung produknya. Kami pun sudah bisa mengekspor produk elektronika ke berbagai negara. Selain dijual di pasar domestik, produk kami juga diekspor ke 52 negara, seperti di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Eropa. Hal ini berarti kami juga sudah bisa bersaing dengan mereka. Sekarang bea masuk praktis nol, tidak ada perlindungan, tetapi kami tetap bisa bertahan. Dengan demikian, pada akhirnya semua kembali ke sisi daya saing untuk bertahan.
Bentuk dukungan seperti apa yang diperlukan supaya penggunaan produk dalam negeri bisa semakin meningkat?
Insentif (terkait inovasi) seperti tadi kalau mungkin supaya industri dalam negeri bisa membuat penelitian dan pengembangan. Apalagi investasi untuk kegiatan riset dan pengembangan itu membutuhkan biaya tinggi. Kalau tidak punya volume untuk menjual di pasar, ya, susah. Kegiatan riset dan pengembangan untuk produk televisi LED yang 40 inci, misalnya, itu investasinya bisa sampai 500.000 dollar AS. Jadi, jika tidak punya volume di pasar untuk menjual, itu kan, tidak bisa.
Pandangan Anda soal industri 4.0?
Kami mencoba mengetahui dulu secara detail soal industri 4.0. Kami sedang mempelajari juga untuk mengundang konsultan. Detailnya seperti apa. Ada beberapa praktik yang kami gunakan, tetapi apakah itu ada yang masuk bagian 4.0? Itu yang akan kami coba pelajari.