Kemitraan Perkebunan Teh Rakyat dan Perkebunan Besar Didorong
Oleh
M Paschalia Judith J/Ferry Santoso
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski luas lahan perkebunan teh rakyat dominan, produksinya belum menjadi nomor satu. Oleh karena itu, pemerintah mendorong kemitraan perkebunan rakyat dengan perkebunan besar swasta dan negara.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, porsi luas lahan perkebunan teh rakyat pada 2016 mencapai 46 persen dari total 113.617 hektar, sementara perkebunan besar negara 29 persen dan perkebunan besar swasta 25 persen. Namun, kontribusi produksi teh dari kebun rakyat hanya 34 persen, sementara perkebunan besar negara 39 persen dan perkebunan besar swasta 27 persen. ”Kami mendorong kemitraan,” ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang di Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Langkah itu dimulai dengan membentuk lembaga ekonomi masyarakat di tingkat desa. Kepala Subdirektur Tanaman Penyegar Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan, saat ini ada dua lembaga di Cianjur dan dua lembaga di Tasikmalaya yang tengah dibina untuk menjadi model kemitraan.
Teh menjadi komoditas utama yang dihasilkan empat desa itu. Bagus memperkirakan, setiap desa memiliki kebun teh seluas 200-300 hektar dengan potensi produksi sekitar 1,5 ton per hektar.
Pada tahun ini, pekebun-pekebun teh di keempat desa itu tengah dibina dan dilatih dalam hal organisasi lembaga, pelatihan berkebun, dan pengadaan pupuk. ”Kami mengusahakan agar kuantitas, kualitas, dan kontinuitas perkebunan rakyat di sana memenuhi standar perkebunan besar negara ataupun swasta,” ucap Bagus.
Harapannya, pada 2019, kemitraan antara lembaga ekonomi masyarakat di desa-desa itu dengan perkebunan besar negara dan swasta sudah terjalin. Teh hasil produksi pekebun rakyat sudah dapat memasok kebutuhan pemain besar.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Konfederasi Petani Teh Kecil Internasional (Confederation of The International Tea Smallholders)—konfederasi yang berada di bawah koordinasi FAO secara langsung—Rachmat Badruddin menyambut baik inisiasi tersebut. Menurut dia, kemitraan itu dapat mendekatkan pekebun teh rakyat pada pasar.
Lebih penting lagi, Rachmat menilai, kemitraan tersebut dapat memberikan akses modal dan teknologi. Dua aspek itu penting dalam meningkatkan produksi perkebunan teh rakyat.
Dalam kemitraan tersebut, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menilai, pengorganisasian perkebunan rakyat menjadi prioritas. ”Jika pekebun teh rakyat bergabung dalam satu organisasi, mereka dapat memiliki posisi tawar dalam penetapan harga. Jika sendiri-sendiri, posisi tawarnya lemah,” ujarnya saat dihubungi.
Menurut Dwi, kemitraan itu seharusnya dapat mengeluarkan perkebunan rakyat dari lingkaran produktivitas rendah, harga beli rendah, dan pendapatan rendah. Oleh sebab itu, dia menilai langkah pemerintah sudah tepat.
Perluas pasar
Kementerian Perdagangan berupaya memperluas pasar ekspor dengan meningkatkan kerja sama perdagangan. Melalui peningkatan kerja sama perdagangan, diharapkan ekspor nonmigas lebih dapat meningkat.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di sela-sela acara halal bihalal di Kementerian Perdagangan, di Jakarta, Jumat. ”Kita melakukan pertemuan bilateral untuk meningkatkan ekspor,” ucapnya.
Sebagai contoh, lanjut Enggartiasto, ada peluang meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit 500.000 ton, sarang burung walet, dan produk buah-buahan ke pasar China.
Dengan beberapa negara, termasuk Uni Eropa, Indonesia masih membahas skema persetujuan kerja sama ekonomi yang komprehensif atau comprehensive economic partnership agreement antara Indonesia dan Uni Eropa.
Terkait rencana pelarangan penggunaan minyak sawit dalam bauran energi di Uni Eropa tahun 2030, menurut Enggartiasto, Indonesia juga bisa mempertimbangkan untuk tidak menggunakan pesawat Airbus, anggur, atau keju dari Eropa pada 2030.
Oleh karena itu, lanjutnya, Uni Eropa sebaiknya tidak menyatakan akan melarang penggunaan minyak sawit di pasar Eropa karena dapat merugikan pasar ekspor minyak sawit Indonesia.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengungkapkan, perundingan CEPA Indonesia dan Uni Eropa masih terus dilakukan karena terkait banyak aspek, seperti akses pasar dan investasi.
Namun, lanjut Iman, tahun depan, perundingan tersebut sudah bisa diselesaikan. Jika CEPA Indonesia dan Uni Eropa dilaksanakan, banyak manfaat yang bisa diperoleh Indonesia, terutama ekspor produk-produk Indonesia ke pasar Eropa dengan tarif lebih rendah.
Transaksi berjalan
Terkait defisit transaksi berjalan, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan, pihaknya masih meneliti produk-produk impor yang berada dalam kategori barang impor yang dibatasi atau barang produk-produk tertentu yang memberi kontribusi besar dalam impor.
Menurut Oke, dari sekitar 11.000 jenis barang (harmonized system/HS), jenis barang yang masuk kategori sebagai barang dilarang atau dibatasi diimpor atau barang yang diatur sekitar 3.600 jenis barang atau HS. Selebihnya merupakan barang yang bebas diimpor.