JAKARTA, KOMPAS - Kasus penyalahgunaan impor bahan baku garam industri untuk kebutuhan konsumsi perlu dituntaskan agar tidak memukul panen garam rakyat yang diperkirakan berlangsung mulai akhir Juni 2018. Rembesan impor garam tersebut dikhawatirkan melemahkan penyerapan garam rakyat oleh pelaku industri.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan, saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/6/2018) mengemukakan, sebagian besar panen garam rakyat diserap untuk kebutuhan konsumsi. Saat ini, panen mulai berlangsung di beberapa wilayah, meski dalam jumlah masih sedikit. Di antaranya, Sumenep, Pamekasan, Bangkalan dan Pasuruan (JawaTimur). “Panen serentak diperkirakan mulai akhir Juni, jika cuaca mendukung dan tidak ada hujan,” kata Hasan.
Meski demikian, muncul kekhawatiran bahwa panen garam rakyat akan terpukul oleh arus impor garam industri yang disalahgunakan dan merembes ke peruntukan garam konsumsi.
Pihaknya meminta aparat penegak hukum membongkar kasus penyalahgunaan impor garam industri. Saat ini, terdapat sejumlah perusahaan yang memproduksi garam industri untuk sekaligus garam konsumsi. Produksi ganda tersebut memicu impor bahan baku garam industri merembes digunakan untuk kebutuhan garam konsumsi.
“Harga garam impor yang lebih murah ketimbang garam rakyat mendorong penyelewengan peruntukan bahan baku,” kata Hasan.
Seperti diberitakan, Tim penyidik Mabes Polri menyita sekitar 40.000 ton garam industri yang diimpor PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA) dari Australia dan India (Kompas, 30/5). Garam yang disita di gudang di Gresik itu seharusnya digunakan untuk industri pengasinan ikan di Gresik dan Surabaya, Jawa Timur. Namun, garam impor itu dikemas sebagai garam dapur berukuran 175 gram dan ditambah yodium.
Muncul kekhawatiran bahwa panen garam rakyat akan terpukul oleh arus impor garam industri
Di gudang PT GSA, tim penyidik menyita sekitar 55 kilogram garam konsumsi merek Gadjah Tunggal. Garam bermerek Gadjah Tunggal yang diduga berbahan baku garam industri telah ditemukan di sejumlah wilayah di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, harga garam rakyat jauh lebih tinggi dibandingkan garam impor. Harga garam impor di kisaran Rp 680 - Rp 700 per kg, sedangkan garam lokal do tingkat petambak mencapai Rp 1.900-2.100 per kg.
Resi Gudang
Sementara itu, mekanisme penyimpanan dan perlindungan hasil panen garam rakyat masih minim. Pemerintah baru menyiapkan 3 dari 12 gudang garam nasional untuk menerapkan sistem resi gudang pada musim panen raya garam tahun ini. Uji coba sistem resi gudang berlangsung di 3 gudang, yakni di Indramayu (Jawa Barat), Pati (Jawa Tengah) dan Pamekasan (Jawa Timur). Gudang garam nasional itu hanya berkapasitas 2.000 ton per unit.
“Gudang penyimpanan garam masih belum efektif ditempatkan sebagai penampungan garam rakyat, Kapasitas gudang masih sangat kecil dibandingkan produksi garam rakyat,” katanya.
Saat ini terdapat 26.064 ha lahan petambak garam di seluruh Indonesia. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi garam nasional 1,5 juta ton.
Menurut Hasan, penerapan sistem resi gudang perlu ditunjang dengan penetapan harga pokok pembelian (HPP) garam guna memastikan stabilisasi harga garam dan mencegah harga anjlok saat panen.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi, resi gudang akan dikelola oleh koperasi. Sistem resi gudang bertujuan mengantisipasi harga garam jatuh saat panen raya.
"Kami mendorong koperasi untuk memulai latihan pola resi gudang. Saat ini produksi garam rakyat masih belum banyak. Resi gudang itu baru akan efisien untuk menjaga harga garam ketika panen raya garam," katanya.