JAKARTA, KOMPAS — Rencana mogok oleh Serikat Karyawan Garuda dan Asosiasi Pilot Garuda saat arus mudik Lebaran nanti diyakini bakal menumbuhkan antipati masyarakat, terutama penumpang Garuda. Sebab, mogok justru akan merugikan kepentingan umum.
”Masyarakat akan kehilangan simpati terhadap perjuangan mereka karena mengorbankan kepentingan masyarakat umum,” kata Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie, di Jakarta, Jumat (1/6/2018).
Sebanyak 1.300 pilot dan 5.000 kru Garuda Indonesia akan melakukan aksi mogok kerja dalam waktu dekat. ”Saat arus mudik Lebaran pun kami lakukan jika pemerintah tidak segera turun tangan mengatasi masalah ini,” ujar Presiden Asosiasi Pilot Garuda (APG) Captain Bintang Handono, Kamis (31/5/2018).
Aksi mogok, menurut Bintang, merupakan jalan satu-satunya untuk melakukan misi penyelamatan perusahaan yang kian hari makin terpuruk. Upaya komunikasi yang dicoba dilakukan tidak berjalan baik.
Mogok juga akan membuat mitra kerja Garuda repot.
Menurut Alvin, aksi mogok ini menandakan adanya kebuntuan komunikasi antara karyawan dan pemilik saham. Apabila Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) dan APG mogok saat lebaran, hal itu akan menimbulkan kekacauan di bandara. Banyak penumpang yang harus mencari maskapai lain atau mengganti moda transportasi karena tidak bisa terbang dengan Garuda. Tiket Garuda yang sudah dimilikinya harus ditukarkan atau bahkan hangus.
”Mogok juga akan membuat mitra kerja Garuda repot. Misalnya, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II selaku pengelola bandara harus menyediakan kantong-kantong penampungan bagi penumpang yang terkena aksi mogok. Hal ini akan menambah beban kerja mereka,” tutur Alvin.
Sebenarnya, lanjut Alvin, apa yang diprotes Sekarga dan APG bukanlah masalah kesejahteraan, melainkan mengenai kebijakan yang tidak kondusif terhadap kenyamanan kerja dan kondisi yang ada.
”Jadi, protes kali ini bukan soal kesejahteraan seperti gaji dan bonus, tetapi soal kebijakan manajemen yang dikhawatirkan berdampak buruk pada perusahaan,” kata Alvin.
Protes mereka dilakukan sejak tahun lalu, ketika pemilik saham tidak menunjuk direktur teknik dan direktur operasi saat membentuk jajaran direksi yang baru. Padahal, direktur teknik dan direktur operasi adalah orang kunci yang harus ada di sebuah maskapai menurut aturan penerbangan yang berlaku di dunia dan Indonesia.
Akhirnya, manajemen menunjuk manajer teknik dan manajer operasi untuk memenuhi aturan dan tuntutan. Namun, upaya ini ditolak karyawan karena kedua manajer itu ditunjuk direksi dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang berbeda dibandingkan apabila ditunjuk pemilik saham.
Salah satu alasan mogok kerja itu adalah mediasi antara karyawan dan direksi Garuda tak memenuhi titik temu.
Tahun ini, dalam rapat umum pemegang saham terakhir, jajaran direksi sudah diganti dan ada direktur operasi dan direktur teknik. Namun, menurut karyawan, masih ada sejumlah kebijakan yang dibuat direksi tidak berdasarkan pada kondisi riil lapangan.
Ketua Umum Sekarga Ahmad Irfan Nasution menyebutkan, salah satu alasan mogok kerja itu adalah mediasi antara karyawan dan direksi Garuda tak memenuhi titik temu. Padahal, mediasi diperlukan untuk membahas kerugian perusahaan hingga 213,4 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,88 triliun pada 2017, yang diduga karena kegagalan direksi dalam mengelola perusahaan.
Awal Mei lalu, Ahmad menyebutkan, ada tiga permasalahan internal yang berdampak terhadap pelayanan kepada pelanggan, yaitu masalah operasional, keuangan, dan hubungan industrial.
Corporate Affairs Asosiasi Pilot Garuda Captain Eric Ferdinand mengatakan, ada beberapa anggota direksi yang menurut anggapan karyawan tidak mengerti permasalahan perusahaan sehingga kebijakan yang diambil tidak tepat.
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury menyebutkan, jajaran manajemen selalu berkomunikasi dengan Sekarga dan APG untuk bersama-sama melihat kesempatan memajukan perusahaan. ”Komunikasi jalan terus agar tetap bisa melayani penumpang sebaik-baiknya. Apalagi saat peak season, jangan ada mogok,” ujar Pahala.
Dia mengatakan, setiap hari Garuda mengangkut 75.000 penumpang dan saat peak season seperti Lebaran jumlahnya akan berlipat. Oleh karena itu, manajemen berharap tidak ada aksi mogok.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan akan membahas masalah ini dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B Pandjaitan pada Senin mendatang.
Sementara Staf Khusus Menteri BUMN Wianda Pusponegoro mengatakan, yang utama adalah pelayanan masyarakat dapat maksimal dilakukan, terutama pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
”Manajemen Garuda terus melakukan komunikasi intensif dengan para pihak. Kami mengimbau para pihak untuk melayani masyarakat dengan maksimal di berbagai sektor layanan yang dijalankan BUMN,” ujar Wianda.