Aroma wangi kopi tercium dari sebuah toko di Jalan Gajah Mada, Kota Denpasar. Aroma itu berasal dari Bhineka Djaja, sebuah warung kopi legendaris yang letaknya nyaris tak kelihatan karena tertutup aktivitas di toko kain dan toko peralatan rumah tangga yang berada di sampingnya.
Bhineka Djaja adalah satu-satunya toko kopi yang ada di deretan ruko sepanjang jalan itu. Tempat ngopi ini buka sejak pukul 08.00 hingga 16.00 Wita.
Awal Februari lalu, beberapa orang tampak duduk di deretan kursi di bagian teras toko. Meski tidak sampai berjubel, hampir semua kursi terisi penuh oleh pembeli yang datang silih berganti.
Di bagian dalam dan luar bangunan hanya ada empat sampai lima meja kecil dengan 3-4 kursi. Selain menjual minuman kopi, Bhineka Djaja juga memasarkan kopi bubuk aneka varian (mulai dari kualitas biasa hingga premium). Ada juga suvenir dan alat penyeduh kopi yang dipajang di etalase.
”Permisi ya, boleh gabung duduk di sini?” ujar Toni (35), pembeli yang baru datang, kepada pengunjung yang sudah duduk dari tadi. Toni bercerita banyak hal, termasuk soal keperluannya membeli kopi premium.
”Teman saya dari Jawa titip membeli kopi di sini. Ia suka karena menurut dia kopinya enak,” katanya.
Menariknya, dalam satu meja di Bhineka Djaja, tidak jarang yang duduk tidak saling kenal sebelumnya. Mereka dipertemukan di Bhineka Djaja karena sama-sama ingin menikmati legenda kopi Bali. Bahkan, pembeli membawa gorengan atau makanan kecil dari luar dan dimakan bersama-sama dengan orang yang baru dikenalnya.
Di sana, secangkir kopi mengakrabkan berbagai macam orang. Saking akrabnya, ada juga pelanggan yang sukarela menyambut pembeli dan turut melayani (menanyakan pesanan pembeli yang baru datang).
Selain menyuguhkan suasana akrab tanpa sekat, warung kopi Bhineka Djaja juga memiliki pembeli setia yang sudah terikat dengan rasa kopi. ”Kopi Bhineka memiliki cita rasa yang nyaris tidak berubah selama bertahun-tahun saya menjadi pembeli kopi di toko ini,” kata Deepak Ghindwani, pengunjung warung kopi Bhineka Djaja. Deepak menilai kopi Bhineka Djaja memiliki rasa pas di lidahnya.
Selain itu, harganya cukup terjangkau, yaitu Rp 10.000 per cangkir. Kopi disajikan dengan dua potong kue manis. Adapun gula disediakan terpisah. Selain kopi hitam, Bhineka Djaja juga menjual berbagai jenis kopi, di antaranya kopi susu, cappucino, dan espresso.
Warung kopi Bhineka Djaja merupakan produsen kopi Bali dengan merek Kupu-Kupu Bola Dunia (pabrik kopinya berlokasi di tempat berbeda). Kopi diproduksi oleh PT Putra Bhineka Perkasa, milik Bhineka Djaja. Kopi Bhineka Djaja hadir dalam beragam merek, termasuk kopi luwak.
Warung kopi legenda itu saat ini dikelola oleh Wirawan Tjahjadi. Ia adalah generasi ketiga dari produsen kopi Bali ini. Pendirinya adalah Bian Ek Hoo. ”Toko ini didirikan kakek saya. Bhineka Djaja bermula dari Bian Ek Hoo yang kemudian dikenal sebagai Bhineka,” ujar Wirawan.
Awalnya, Bhineka Djaja tidak khusus berdagang kopi, tetapi menjual rempah dan barang kebutuhan rumah tangga. Djuwito Tjahjadi, ayah Wirawan, kemudian menjadikan Bhineka Djaja sebagai toko yang khusus menjual kopi. Pabrik kopi dibangun pada 1935. ”Sebagian besar dari kopi yang kami jual di Bhineka Djaja adalah kopi robusta karena robusta adalah jenis kopi terbanyak yang dihasilkan petani kopi di Bali. Kami juga menjual arabika karena arabika juga dihasilkan petani kopi Bali dan kopi arabika memiliki rasa yang kaya dan beragam,” kata Wirawan.
Bhineka Djaja membeli kopi dari petani di seluruh Bali, mulai dari Pupuan di Tabanan sampai Kintamani di Bangli. ”Kami tak punya kebun kopi. Ayah saya menginginkan Bhineka Djaja menampung hasil kopi petani Bali,” kata Wirawan. Selama petani kopi Bali masih bertahan, warung kopi Bhineka Djaja akan terus berkembang.