JAKARTA, KOMPAS --Penambahan atau pergeseran kebutuhan tenaga kerja berpotensi terjadi di era penerapan revolusi industri generasi keempat atau industri 4.0. Hasil studi Kementerian Perindustrian memperkirakan akan ada tambahan 10 juta tenaga kerja hingga tahun 2030.
"Perkembangan ekonomi digital memunculkan semakin banyak usaha atau bisnis, baik dari sisi jumlah maupun ragam," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Ngakan menuturkan, penerapan teknologi robotik yang semakin maju dan konektivitas antarmesin dapat mengurangi, namun juga bisa menambah tenaga kerja di area sektor industri manufaktur. "Sebut misalnya pertumbuhan kebutuhan di manufaktur untuk mengoperasikan robot maupun kecerdasan artifisial yang melekat di peralatan, menganalisa data, dan lainnya," ujar Ngakan.
Dia menuturkan, rantai nilai industri membentang dari hulu hingga hilir. Rantai nilai industri itu mencakup aspek penelitian dan pengembangan, pembangunan merek, bahan baku, pemrosesan atau produksi hingga barang jadi, logistik atau transportasi, layanan purna jual, dan seterusnya.
"Di sepanjang rantai nilai tersebut akan terjadi pula pergeseran kebutuhan tenaga kerja. Inilah kenapa dalam studi kami akan terjadi pertumbuhan 10 juta tenaga kerja sampai tahun 2030," kata Ngakan.
Prediksi tersebut didasari pertumbuhan tenaga kerja pada sektor jasa yang terkait industri, seperti jasa pemeliharaan, jasa logistik, dan lainnya. Antisipasi kebutuhan melalui penyiapan sumber daya manusia menjadi hal penting.
"Dunia pendidikan perlu melakukan modifikasi kurikulum, termasuk di jenjang SMK. Ini sudah dilakukan Kemenperin melalui program link and match antara industri dengan SMK," ujar Ngakan.
Dia menuturkan, pemerintah sudah mengubah sekitar 25 kurikulum program studi SMK. Kemenperin berkoordinasi pula dengan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi terkait penyiapan SDM di jenjang perguruan tinggi menyikapi perubahan di masa mendatang.
Kemenperin juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kemampuan maupun membekali kemampuan baru yang dibutuhkan industri. "Re-skilling akan dilakukan kalau ternyata bidang pekerjaan yang akan ditangani sama sekali baru," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menuturkan, salah satu isu yang menjadi fokus saat ini adalah kesiapan dunia usaha menghadapi era industri 4.0.
"Kami pun sudah menerima rekan-rekan dari konsultan McKinsey yang menyatakan minatnya untuk menjadi knowledge partner bagi Apindo untuk bisa membantu penerapan industri 4.0," katanya.