Suku Bunga Siap Naik
JAKARTA, KOMPAS — Perbankan nasional mengkaji perubahan suku bunga deposito. Kenaikan suku bunga deposito dianggap lumrah sebagai bentuk penyesuaian terhadap kondisi ekonomi domestik seusai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia.
PT Bank Central Asia Tbk berencana menaikkan suku bunga produk depositonya sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen.
”Kami menaikkan suku bunga deposito 25 bps sebagai langkah antisipasi atas kenaikan suku bunga acuan BI,” kata Direktur BCA Suwignyo Budiman di Jakarta, Senin (28/5/2018) malam.
Keputusan itu, kata Suwignyo, telah ditetapkan dalam rapat direksi BCA. Diperkirakan, penetapan suku bunga baru efektif berlaku mulai 1 Juni 2018.
Suwignyo menambahkan, kenaikan suku bunga deposito merupakan hal yang lumrah dilakukan untuk menyesuaikan kondisi perekonomian. Ia membenarkan kenaikan suku bunga deposito akan mengerek biaya dana. Dampaknya, perbankan perlu meningkatkan suku bunga kredit secara bertahap. Kebijakan itu baru akan dikaji seusai Lebaran.
”Naiknya juga tidak banyak. Dampaknya tak terlalu besar. Namun, kalau suku bunga acuan BI kembali naik, tak tertutup kemungkinan suku bunga kredit akan ikut naik,” ujarnya.
Rahardja Alimhamzah, Direktur Perbankan Bisnis PT Bank CIMB Niaga Tbk, mengatakan, kenaikan suku bunga deposito akan dilakukan perlahan karena kenaikan suku bunga acuan tidak terlalu tinggi. ”Kenaikan suku bunga deposito bisa dilakukan di kisaran 25-50 bps bergantung dari respons pasar. Dalam jangka pendek bunga akan naik 25 bps,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Treasury & International Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi mengatakan, kenaikan suku bunga deposito belum diperlukan dalam waktu dekat.
Rapat tambahan
Hari Rabu (30/5/2018), BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan untuk membahas kondisi sektor keuangan termutakhir dan proyeksinya. RDG sebelumnya pada 17 Mei memutuskan menaikkan suku bunga acuan dari 4,25 persen menjadi 4,5 persen.
”We want to be ahead the curve untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers bersama di Jakarta, Senin (28/5/2018). Hadir juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah. Keterangan pers dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Dalam kesempatan itu, Perry menegaskan, prioritas kebijakan jangka pendek BI adalah stabilisasi nilai tukar rupiah. Salah satunya melalui kebijakan suku bunga yang akan ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang bersifat antisipatif.
”Oleh karena itu, kami sudah jadwalkan RDG bulanan tambahan pada Rabu (30/5/2018) untuk merumuskan kebijakan tersebut. Ini bukan RDG darurat. Ini adalah RDG bulanan tambahan ketika BI perlu merespons cepat terhadap perkembangan mutakhir yang kuat,” katanya.
Di samping itu, kataPerry, langkah ini merupakan preventif atas Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 14 Juni.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate pada Senin (28/5/2018) sebesar Rp 14.065 per dollar AS.
Sri Mulyani menyatakan, gejolak keuangan domestik yang bersumber dari eksternal membuat kebijakan ekonomi makro fokus pada stabilisasi. Hal ini akan sedikit menekan laju pertumbuhan ekonomi.
”Kami semua siap melakukan kebijakan apa pun untuk menjaga ekonomi Indonesia. Itu berarti kalau dalam jangka pendek kami harus melakukan penyesuaian yang konsekusinya pertumbuhan ekonominya lebih rendah sedikit (dari target). Itu adalah konsekuensi yang akan kami terima,” kata Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani mengingatkan, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan kebijakan ekonomi makro. Reformasi struktural dan kebijakan sektoral juga memberi sumbangsih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah dan DPR menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,4 persen.
Wimboh menyatakan, perbankan telah dan terus melakukan efisiensi. Dengan demikian, penghematan operasional bisa terus dilakukan. ”Jadi, kalau ada tekanan kenaikan suku bunga, perbankan punya ruang untuk tetap meminimalkan dampaknya ke nasabah sehingga nasabah atau debitor tidak terlalu berat menerima beban bunga,” katanya.
Sementara Halim menyatakan, LPS akan meningkatkan intensitas pengawasan dan evaluasi tingkat bunga penjaminan.