JAKARTA, KOMPAS - Bank Indonesia berinisiatif menambah pelonggaran rasio nilai kredit terhadap agunan pada kredit pemilikan rumah. Geliat sektor properti dinilai mampu merangsang investasi dan konsumsi sehingga berimbas pada pertumbuhan ekonomi domestik.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, bentuk pelonggaran rasio nilai kredit terhadap agunan (LTV) dilakukan terhadap termin pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR). Relaksasi ini diyakini bisa berdampak pada pertumbuan di sektor perumahan
"Misalnya, pembayaran KPR disesuaikan dengan termin progress pembangunan rumah. Atau ketentuan KPR tidak boleh indent melainkan hanya boleh jika bangunan sudah jadi," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Fokus kebijakan jangka pendek BI saat ini adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan tetap menjaga stabilitas. Untuk itu, Perry akan segera mengkaji rasio LTV KPR dalam rapat dewan gubernur (RDG) BI yang dihelat Juni nanti.
Sebelumnya, BI telah melakukan relaksasi lewat pelonggaran uang muka (DP) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khusus rumah tapak, rumah susun, dan ruko belum maksimal.
Pelonggaran teranyar diberikan BI pada Agustus 2016 lewat insentif penyaluran kredit dengan uang muka rata-rata 15 persen sesuai dengan tipe dan jenis rumah yang diambil. Ini berlaku bagi bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) KPR dan NPL total di bawah 5 persen.
"Kami masih mengkaji bentuk konkret dari pelonggaran kebijakan LTV. Setelah penurunan DP yang cukup rendah, ternyata masih ada ruang penurunan yang bisa dimanfaatkan untuk merangsang pertumbuhan sektor properti," ujarnya.
Dalam tiga tahun terakhir, Bank Indonesia telah dua kali melonggarkan rasio LTV, yakni pada 2015 sebesar 80 persen, dilanjutkan pada 2016 sebesar 85 persen.
Stimulus untuk pertumbuhan di sektor perumahan menjadi salah satu instrumen yang diandalkan Perry untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Capaian pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan Perry di samping mandat prioritas BI untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Tidak harus sekaligus
Di sisi lain, Menteri koordinator Perekonomian Darmin Nasution berpendapat, visi BI dalam mencapai stabilitas dan pertumbuhan tidak harus dijalankan sekaligus. di saat keadaan pasar keuangan sedang penuh ketidakpastian, BI perlu memilih salah satu sisi untuk kebijakannya, yakni stabilitas di atas keinginan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Pilih salah satu dalam waktu tertentu dan jangan sampai terlalu ekstrem. Kedua visi itu sebaiknya dikombinasikan proporsinya," kata Darmin.
Secara terpisah, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio berharap BI mampu meyakinkan investor dan pelaku pasar bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Kebijakan moneter BI diharapkan dapat selaras dengan kebijakan fiskal pemerintah serta membangun kepercayaan publik.
"BI harus mampu membuktikan kondisi fundamental ekonomi Indonesia baik sekaligus memberikan jaminan kepada investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia," ujar Tito.
Pada perdagangan Jumat (25/5/2018), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan masih melanjutkan penguatan. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) di situs Bank Indonesia, nilai tukar juga menguat 14.166 per dollar AS dari sebelumnya pada 14.205. Adapun IHSG di Bursa Efek Indonesia ditutup naik 29,20 poin atau 0,49 persen ke posisi 5.975,74.