Pemerintah Perluas Jaringan Telekomunikasi di Desa Terluar
Oleh
CAECILIA MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi di desa terdepan, terluar, dan tertinggal terus didorong oleh pemerintah. Untuk mempercepat pembangunan, pemerintah ikut membantu melalui program dana kewajiban universal dan memberikan subsidi pemakaian jaringan tulang punggung Palapa Ring.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Latif, di acara LTE Conference, Kamis (24/5/2018), di Jakarta, menyebutkan, sebanyak 700 site pemancar telah dibangun menggunakan dana kewajiban universal (USO) di desa terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Itu adalah data dari 2015-2017. Masih ada sekitar 5.000 desa lagi yang harus disediakan fasilitas pemancar.
Menurut dia, pembangunan pemancar di 5.000 desa itu harus diselesaikan sampai akhir 2019. Proses penyusunan kegiatan tender sudah dimulai sejak sekarang. Siapa pun operator yang menang tender hanya perlu menyediakan radio akses.
Dari dana USO, iuran 1,25 persen dari pendapatan kotor operator, BAKTI menggunakannya untuk menyediakan internet gratis bagi sekolah di desa 3T. Selama kurun waktu 2015-2017, sebanyak 3.200 sekolah mendapat fasilitas internet gratis.
”Proyek Palapa Ring paket tengah dan timur masih berproses pembangunan, sedangkan paket barat sudah kelar. Harapannya, semua paket bisa dipakai tahun 2019. Pemerintah memberikan subsidi harga pakai,” kata Anang.
Luas permukiman di Indonesia mencapai 44.565 kilometer persegi, sedangkan jumlah desa mencapai 83.218. Sampai akhir 2017, coverage 2G di seluruh luas permukiman sudah mencapai 98,13 persen, coverage 3G sebesar 92,91 persen, dan 4G tercatat sekitar 74,09 persen.
Vice President Network Deployment and Services PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Agus Witjaksono menceritakan, pihaknya mendukung arahan pemerintah membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Salah satu bentuk dukungan adalah ikut tender pemancar program dana kewajiban universal yang sekarang telah terpasang mencapai 523 unit berteknologi 2G dan 51 unit berteknologi 4G LTE.
Di luar itu, Telkomsel memiliki proyek pembangunan pemancar Merah Putih di daerah pelosok sebanyak 234 unit. Tantangan menyediakan infrastruktur di kawasan seperti itu adalah mahalnya ongkos operasional dan perawatan peralatan.
”Kami menjual produk layanan seluler, seperti kartu perdana nomor prabayar. Tarif layanan berbasis penetapan regional. Daya beli masyarakat di sana memang belum bagus ditambah lagi suplai ponsel pintar pun masih kurang,” katanya.
General Manager Technology and Service Management (Network and IT) Planning PT XL Axiata Tbk, Hasanudin Farid, menyebutkan, XL Axiata terlibat dalam pembangunan pemancar proyek dana kewajiban universal di 40 lokasi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Lokasi yang dia maksud, antara lain, berada di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Di 40 lokasi itu, XL Axiata menjaga ”keeksklusifannya”. Produk seluler XL dapat dipasarkan. Dia menggambarkan, satu pemancar dapat digunakan 400 sampai 1.000 pelanggan.
Hasanudin mengemukakan, pihaknya bersedia mengikuti tender pemancar program dana kewajiban universal untuk 5.000 titik desa terdepan, terluar, dan tertinggal yang dicanangkan BAKTI sampai 2019. Menurut Hasanudin, pembangunan infrastruktur di desa kategori itu harus dilakukan oleh lebih dari satu operator.
Direktur Utama PT Palapa Ring Barat Syarif Lumintarjo mengatakan, proyek Palapa Ring paket barat sudah bisa beroperasi sejak Maret 2018. Paket ini merupakan jaringan tulang punggung telekomunikasi berupa kabel serat optik berkapasitas besar yang digelar di bawah laut dan daratan sepanjang kurang lebih 2.200 km.
Kabupaten/kota yang dilalui kabel adalah Dumai, Bengkalis, Siak, Tebing Tinggi, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Bembam, Tarempa, Ranai, Singkawang, Kualatungkal, dan Daik Lingga.
Kekuatan proyek Palapa Ring paket barat adalah daya jangkaunya ke kabupaten/kota terpencil dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Kekurangannya, jaringan tulang punggung tersebut hanya dibangun dengan konsep rute tunggal sehingga butuh jaringan alternatif yang harus disediakan pihak lain. Kekurangan berikutnya adalah ketiadaan jaringan akses dan perangkat interkoneksi.
”Intinya, produk kami hanya menyediakan DLC atau pipa kosong. Operator telekomunikasi seluler dan perusahaan jasa internet dapat memanfaatkan jaringan tulang punggung Palapa Ring paket barat. Mereka tinggal mengalokasikan belanja modal untuk jaringan akses, perangkat interkoneksi, ataupun infrastruktur alternatif,” ujarnya.
Menurut Syarif, pihaknya sekarang telah membuka penawaran uji coba (trial) penggunaan jaringan tulang punggung Palapa Ring paket barat. Perusahaannya sudah memiliki beberapa skema penyambungan beserta penawaran potongan harga pemakaian.
Mengenai potongan harga pemakaian, kata Syarif, sudah ada perbincangan dengan BAKTI. Bagi operator pemakai pertama, potongan harga diberikan sekitar 50 persen.
”Operator yang tadinya mengeluarkan dana besar untuk menggelar jaringan tulang punggung kini dapat memakai Palapa Ring. Potongan harga pemakaian ini mirip dengan model bisnis sewa penggunaan menara. Hanya bedanya, pemerintah turut campur tangan menyubsidi,” ucapnya.