JAKARTA, KOMPAS - Harga rumah subsidi untuk tahun 2019 mulai dibahas pemerintah. Pengembang berharap agar selain memperhitungkan harga tanah dan bahan bangunan di masing-masing daerah, kemudahan perizinan untuk membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat dilaksanakan pemerintah daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113 Tahun 2014 menetapkan harga rumah subsidi per tahunnya mulai tahun 2014 sampai 2018. Dalam peraturan tersebut, harga rumah subsidi dibagi menjsdi 9 zonasi atau wilayah dengan rata-rata kenaikan setiap tahunnya sekitar 5 persen. Pemerintah berencana untuk menetapkan harga rumah subsidi untuk tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Totok Lusida, Rabu (23/5/2018) mengatakan, dua komponen dasar yang berkontribusi pada rumah subsidi adalah harga tanah dan harga bahan bangunan. Harga tanah berkontribusi pada harga jual rumah sekitar 30 persen, sementara harga bahan bangunan dan tenaga kerja mencapai 50 persen.
Namun, lanjut Totok, masih ada komponen lain yaitu perizinan. Sebenarnya biaya perizinan tidak besar jika dibandingkan harga rumah. Namun, rumitnya perizinan yang memakan waktu lama membuat pengembang mesti menanggung bunga bank yang terus berjalan sembari menunggu izin terbit. Semakin lama izin diterbitkan, semakin besar pula bunga bank yang harus dikeluarkan pengembang. Padahal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk menyederhanakan perizinan.
“Karena margin-nya tipis, makanya pengembang besar tidak mau membangun rumah subsidi. Yang banyak membangun itu pengembang kecil yang tergantung dengan pinjaman bank. Itulah sebabnya sekarang REI mendorong pengembang besar untuk bekerja sama dengan pengembang kecil membangun rumah subsidi,” kata Totok.
Menurut Totok, harga tanah yang berbeda-beda perlu dipertimbangkan dalam menentukan zonasi. Contohnya, harga tanah di Bali sudah sangat tinggi sehingga tidak mungkin membangun rumah tapak subsidi. Namun, membangun rumah susun subsidi juga belum bisa dilaksanakan karena belum ada peraturan daerahnya.
Berdasarkan perbedaan harga tanah sebagai komponen dasar rumah subsidi yang berbeda-beda, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat. REI saat ini tengah menyusun usulan harga rumah bersubsidi untuk kemudian diusulkan ke pemerintah, seperti wilayah Papua dibagi menjadi 3 zona dari saat ini satu zona.
Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Properti dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali. Menurut Djumali, tanah dan bahan bangunan harganya terus naik setiap tahun. Terkait bahan bangunan, Djumali berharap pemerintah memperhatikan kearifan lokal atau bahan bangunan yang tersedia di masing-masing tempat.
“Misalnya di Jambi susah menemukan batu belah untuk pondasi atau pondasi tongkat kayu di Kalimantan,” kata Djumali.
Terkait kemudahan perizinan, PP 64/2016 dipandang telah mencukupi. Namun demikian, menurut Djumali, banyak pemerintah daerah yang belum menjalankan regulasi tersebut secara penuh. Perizinan dipandang sebagai pendapatan sehingga pembangunan rumah subsidi pun tetap dikenakan biaya tinggi.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti mengatakan, pemerintah akan membentuk tim untuk membahas penetapan harga rumah subsidi tahun 2019. Tim akan beranggotakan lintas kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik.
Menurut Lana, kriteria dasar yang akan digunakan untuk menetapkan harga rumah subsidi adalah indeks kemahalan konstruksi di masing-masing daerah. Selain itu, akan dipertimbangkan pula faktor daerah perkotaan atau bukan. “Bisa jadi zonasi ditambah dengan fokus pada daerah