JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan gas lewat jaringan pipa di Indonesia terus diperluas. Tak hanya pelanggan rumah tangga, pemanfaatan gas pipa juga menyasar pelanggan dari sektor industri dan komersial. Tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan sekitar 78.000 pelanggan baru jaringan gas rumah tangga.
Dari sasaran sekitar 78.000 pelanggan baru jaringan gas rumah tangga tersebut, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk mendapat penugasan dari pemerintah membangun jaringan gas rumah tangga sekitar 40.000 pelanggan. Jumlah pelanggan tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jawa Timur, dan Kalimantan Utara.
Tak hanya pelanggan rumah tangga, PGN juga memperluas pelanggan dari kalangan industri dan sektor komersial. Pekan ini, perusahaan tersebut telah menyalurkan gas pipa untuk PT Emjebe Pharma di Pasuruan, Jawa Timur, yang memproduksi peralatan infus. Dalam perjanjian jual beli gas, PGN akan memasok gas sebanyak 50.000 meter kubik untuk PT Emjebe Pharma.
Sebelumnya, pada April lalu PGN juga memasok gas untuk sektor industri di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Industri tersebut terdiri dari pabrik suku cadang mobil dan produsen aluminium. Awal Mei lalu, PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Muara Karang, anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), juga mendapat pasokan gas PGN.
”Penggunaan gas pipa jauh lebih hemat ketimbang menggunakan CNG (gas alam terkompresi). Biaya operasi bisa dipangkas sampai 30 persen dengan menggunakan gas pipa ketimbang CNG,” kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama, Jumat (11/5/2018), di Jakarta.
Sejauh ini, pasokan gas dari PGN sebanyak 1.505 MMSCFD ke seluruh Indonesia. Gas itu disalurkan kepada 196.221 pelanggan PGN yang terdiri dari sektor pembangkit listrik, industri manufaktur, usaha komersial, industri kecil dan menengah, serta pelanggan rumah tangga. Gas dialirkan melalui jaringan pipa sepanjang 7.543 kilometer.
Di luar negeri, harga gas bisa turun sampai 60 persen. Di Indonesia, sampai sekarang tidak mengalami penurunan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial mengatakan, tahun ini anggaran di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi sebanyak Rp 1,7 triliun. Dari angka itu, anggaran untuk infrastruktur sebesar Rp 1,42 triliun di mana porsi pembangunan jaringan gas rumah tangga mencapai hampir Rp 900 miliar.
”Sejak 2009 sampai 2017, Kementerian ESDM sudah membangun jaringan gas rumah tangga sebanyak 228.515 sambungan rumah di 15 provinsi yang tersebar di 32 kabupaten dan kota,” ujar Ego.
Dalam salah satu sesi diskusi pada Konvensi dan Pameran Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Ke-42 yang berlangsung pekan lalu di Jakarta, pemanfaatan gas di sektor industri mendapat sorotan. Salah satunya adalah mengenai harga gas. Tingginya harga gas di dalam negeri disebut-sebut membuat industri di Indonesia kalah bersaing dengan industri di luar negeri.
”Di luar negeri, harga gas bisa turun sampai 60 persen. Di Indonesia, sampai sekarang tidak mengalami penurunan,” ujar Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi Ahcmad Safiun.
Pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan aturan tentang penurunan harga gas bumi bagi industri. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Berdasarkan perpres tersebut, ada tujuh sektor industri yang berhak mendapat penurunan harga, yaitu pupuk, baja, petrokimia, oleokimia, kaca, keramik, dan sarung tangan karet.
Secara rata-rata, harga diturunkan menjadi kurang dari 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Penurunan harga berlaku efektif per 1 Januari 2016. Namun, sejauh ini belum semua sektor menikmati fasilitas penurunan harga tersebut.