JAKARTA, KOMPAS — Sempat melorot akibat sejumlah sentimen negatif sejak pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan ditutup kembali mendekati level 6.000 pada perdagangan Rabu kemarin. Pasar saham kini menghadapi tantangan untuk kembali menarik modal asing masuk ke Indonesia.
IHSG ditutup di level 5.907,93, menguat 2,30 persen atau 133,22 poin dari penutupan sesi perdagangan hari sebelumnya. IHSG menguat di tengah pelemahan rupiah akibat adanya kesadaran investor bahwa ekonomi Indonesia memiliki ruang tumbuh lebih besar.
”Saya yakin IHSG bahkan mampu menyentuh level 6.800 pada akhir tahun karena ekonomi Indonesia pada akhir tahun ini dipercaya bisa tumbuh lebih dari 5,2 persen,” kata Senior Research PT Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Untuk mencapai level tersebut, ujarnya, pasar saham Indonesia harus mampu menarik kembali investor-investor yang sempat menarik dana mereka untuk menyusun ulang portofolio investasi. Sejak awal tahun penjualan bersih asing di bursa saham Indonesia mencapai Rp 37,18 triliun.
Kiswoyo optimistis di tengah ketidakpastian ekonomi domestik dan global, laporan ekonomi triwulan II-2018 akan mampu mengantarkan investor asing kembali ke Tanah Air. Momentum seperti Lebaran, Ramadhan, pembagian tunjangan hari raya (THR), serta pilkada dipercaya bakal menjadi puncak konsumsi masyarakat yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
”Meningkatnya jumlah konsumsi pada triwulan kedua dapat menopang pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) yang pada triwulan pertama berada di bawah ekspektasi,” ujarnya.
Selain angka pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen, yang meleset dari perkiraan adalah pelemahan nilai tukar rupiah hingga melebihi Rp 14.000 per dollar AS juga mengganjal pertumbuhan IHSG. Namun, di tengah kedua sentimen negatif tersebut, IHSG tetap mampu tumbuh hampir ke level 6.000.
Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat semakin melemah hingga mencapai level Rp 14.074 per dollar AS. Hari sebelumnya, rupiah masih berada di level 14.036 per dollar AS.
Analis senior dari Paramitra Alfa Sekuritas, William Siregar, mengungkapkan, pihaknya tetap yakin, IHSG berpotensi berada di level minimal 6.700 pada akhir 2018. Menurut dia, prospek pasar masih akan tetap tumbuh meski saat ini tertekan oleh faktor-faktor eksternal.
”Momentumnya pada bulan Juni nanti atau di semester kedua. Saya rasa, seharusnya IHSG sudah berada di area level strategisnya atau minimal di atas 6.000,” kata William
Indeks yang bakal bergerak ke level strategis tersebut akan didorong sentimen konsumsi rumah tangga, yang diperkirakan tumbuh lebih dari 4,95 persen. Sumber lonjakan konsumsi tersebut berasal dari momentum Lebaran, pilkada, Asian Games, dan pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali.
Pertumbuhan sektor industri pada triwulan I-2018, yakni 0,97 persen dari periode yang sama tahun lalu, turut akan memberikan efek domino pada pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018. Pasalnya, sektor ini mampu menekan angka pengangguran dan mendorong daya beli masyarakat.
”Salah satunya industri pengolahan, yang mampu memberikan multiplier effect lebih luas ketimbang sektor komunikasi dan informasi,” kata William.
Analis dari PT Binaartha Parama Sekuritas, Muhammad Nafan Aji, mengatakan, pasar saham Indonesia sudah menunjukkan jenuh jual atau oversold mengacu pada indikator Stochastic dan Relative Strength Index (RSI).
”Tinggal menunggu sentimen positif yang akan mengerek IHSG kembali ke zona hijau. Masih bertahannya aksi beli, baik investor lokal maupun asing, menjadi salah satu faktor yang mendorong IHSG melanjutkan kenaikan,” kata Nafan. (DIM)