Panorama Capai Laba Rp 501 Miliar dan Tidak Berikan Dividen
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Panorama Sentrawisata Tbk mencatat perolehan laba kotor sebesar Rp 501 miliar pada 2017. Industri pariwisata yang menyasar turis dari dalam negeri berkontribusi paling besar. Namun, tidak ada dividen yang dibagikan dari perolehan pada 2017.
Laba kotor itu tumbuh 14 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2017, Panorama membukukan total penjualan senilai Rp 5,19 triliun atau tumbuh 9,4 persen.
Sementara laba bersih yang diperoleh Panorama sebesar Rp 4,3 miliar. ”Kami tidak membagikan dividen pada tahun ini karena seluruh keuntungan akan digunakan untuk memperkuat permodalan,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Panorama Sentrawisata Tbk Karsono Probosetio saat konferensi pers rapat umum pemegang saham di Jakarta, Senin (7/5/2018).
Laba bersih yang didapatkan itu meningkat hingga 121,6 persen. Pada pembukuan tahun sebelumnya, Panorama mengalami kerugian sebesar Rp 17 miliar.
Secara umum, Panorama memperoleh laba tahun berjalan pada 2017 sebesar Rp 36 miliar atau naik 1.141,9 persen. Tahun lalu, angka yang didapatkan berkisar Rp 3 miliar.
Pilar perusahaan yang paling menyokong perolehan Panorama berasal dari Tours & Leisure yang bersinergi dengan JTB Corporation. Proporsinya mencapai 89 persen pada laba kotor. Pilar ini berfokus pada segmen pasar dalam negeri yang hendak berwisata domestik atau ke luar negeri.
Di posisi kedua terdapat pilar inbound atau anak perusahaan yang menyasar turis mancanegara ke Indonesia. Proporsi kontribusinya berkisar 10 persen pada perolehan laba kotor.
Dari faktor eksternal, menurut Karsono, penurunan beban bunga menjadi faktor penting dalam kinerja keuangan perusahaan. ”Suku bunga bank mitra kami turun. Pada 2016, beban bunga kami sekitar Rp 105 miliar, sedangkan pada 2017 sekitar Rp 87 miliar,” katanya.
Ke depan, Panorama berencana membuka bisnis manajemen hotel di Indonesia. Karsono berpendapat, program ”10 Bali Baru” dari Kementerian Pariwisata memberikan peluang.
Untuk meningkatkan kontribusi dari pilar inbound, Direktur Utama PT Panorama Sentrawisata Tbk Budi Tirtawisata menyatakan, pihaknya menyasar potensi di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang tengah dalam tahap penjajakan meliputi Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Akhir tahun ini, Panorama menargetkan pertumbuhan sebesar 20 persen. Hal ini seiring dengan target wisatawan mancanegara dari pemerintah, yaitu sejumlah 17 juta pengunjung.
Rupiah melemah
Melemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) berdampak pada pariwisata. Dalam kesempatan yang sama, Karsono berharap, daya beli wisatawan asing saat berkunjung ke Indonesia meningkat dalam perspektif inbound.
Dari perspektif outbound, Karsono mengatakan, pihaknya menyesuaikan harga paket dengan nilai rupiah saat ini. Kenaikan harga paket wisatanya sekitar 3 persen.
Di sisi lain, menurut Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Janianton Damanik, melemahnya rupiah saat ini belum menimbulkan efek psikologis pada turis. ”Kalau melemahnya mencapai Rp 1.000, ini akan menimbulkan dampak psikologis,” ujarnya saat dihubungi.
Efek psikologis yang dimaksud berupa keputusan yang diambil wisatawan dalam menentukan jadi atau tidaknya berangkat. Yang sudah memesan tiket untuk berwisata ke negeri yang menggunakan mata uang dollar AS cenderung tidak membatalkan keberangkatan.
Janianto mengatakan, rata-rata pengeluaran turis Indonesia di luar negeri sebesar 2.000 dollar AS. ”Persepsi selisih pelemahan rupiah tetap setimpal dengan pengalaman berwisata yang akan didapatkan di luar negeri masih kuat,” ucapnya.
Adapun bagi yang hendak memesan paket perjalanan saat ini untuk berwisata tiga atau enam bulan kemudian, ada dua alternatif keputusan menurut pendapat Janianto. Keputusan itu terdiri dari menunda waktu pemesanan hingga nilai rupiah stabil atau mengganti destinasi wisata ke negara yang tidak menggunakan mata uang dollar AS.