MANILA, KOMPAS — Riset terbaru Bank Pembangunan Asia (ADB) menunjukkan teknologi baru mengubah pasar tenaga kerja. Setiap tahun tercipta 30 juta pekerjaan di berbagai sektor industri dan jasa dalam 25 tahun terakhir meski sejumlah pekerjaan akan hilang akibat otomasi. Namun, ada banyak alasan untuk optimistis akan prospek pekerjaan di kawasan ini.
Ekonomis pada Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional ADB Elisabetta Gentile, pada salah satu sesi di pertemuan tahunan ke-51 Dewan Gubernur ADB di Manila, Filipina, Kamis (3/5/2018), menyatakan, teknologi baru umumnya hanya mengotomatiskan sebagian tugas di suatu pekerjaan, bukan keseluruhan pekerjaan tersebut. Selain itu, otomasi hanya dapat dijalan jika layak secara teknis atau ekonomi.
Isu terkait perkembangan teknologi, globalisasi, dan lapangan kerja menjadi salah satu tema pertemuan yang mengambil tema ”Menghubungkan Orang dan Ekonomi untuk Pembangunan Inklusif” tahun ini. Sekitar 3.000 peserta, termasuk menteri keuangan, gubernur bank sentral, dan perwakilan sektor swasta, dijadwalkan hadir pada rangkaian pertemuan yang digelar 3-6 April 2018 tersebut.
Analisis ADB mengenai perubahan lapangan kerja mencakup 12 perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang selama 2005 hingga 2015. Menurut Elisabetta Gentile, ada banyak alasan untuk tetap optimistis terhadap prospek pekerjaan di tengah kemajuan di berbagai bidang, termasuk robotika dan kecerdasan buatan. Salah satunya adalah karena pasar yang cukup besar di kawasan ini.
Perkembangan teknologi terbukti meningkatkan produktivitas, menekan biaya, serta mengurangi kemiskinan. Peningkatan permintaan domestik telah cukup untuk mengompensasi kehilangan pekerjaan akibat perkembangan teknologi. Selain itu, ada beberapa posisi kerja baru di bidang teknologi informasi serta bidang lain, seperti perawatan, kesehatan, pendidikan, keuangan, asuransi, dan perumahan.
Perkembangan teknologi terbukti meningkatkan produktivitas, menekan biaya, serta mengurangi kemiskinan.
Laporan tersebut mendapati kemajuan terkait kecerdasan buatan dan robotika menjadi tantangan bagi pekerja. Pekerjaan yang bersifat repetitif, rutin, dan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan diperkirakan akan lambat kenaikan upahnya. Kondisi ini berpotensi memperparah ketimpangan pendapatan.
Sebaliknya, pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan kognitif, interaksi sosial, dan teknologi informasi meningkat 2,6 poin persentase lebih cepat dibandingkan lapangan kerja secara keseluruhan 10 tahun terakhir. Upah riil rata-rata jenis-jenis pekerjaan ini naik lebih cepat daripada pekerjaan rutin dan repetitif.
Oleh karena itu, agar manfaat teknologi baru tersebar luas ke masyarakat, pemerintah dan pembuat kebijakan di setiap negara harus proaktif. Pemerintah perlu tanggap terhadap risiko adanya pekerja yang tertinggal dengan memastikan mereka terlindungi dari dampak negatif teknologi baru.
Langkah penting lain yang perlu diambil adalah mereformasi pendidikan yang mendorong keinginan belajar seumur hidup, kelenturan di pasar tenaga kerja, memperkuat perlindungan sosial, serta mengurangi ketimpangan pendapatan.
Presiden ADB Takehiko Nakao pada kesempatan terpisah dalam rangkaian pertemuan itu menambahkan, pemerintah perlu melatih kembali pekerja untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
”Butuh kebijakan untuk mendukung orang-orang yang tertinggal oleh perkembangan teknologi. Beberapa orang mungkin kehilangan pekerjaan dan mereka tidak dapat menemukan pekerjaan baru dengan mudah,” ujarnya.
Teknologi baru justru membantu memberikan solusi di berbagai bidang. Teknologi pendidikan adaptif, misalnya, telah meningkatkan hasil pembelajaran di sekolah. Sementara kemajuan teknologi di bidang identifikasi biometrik meningkatkan fungsi program perlindungan sosial dengan mengurangi biaya, mengatasi tantangan dalam sistem tunjangan bagi pengangguran, serta memungkinkan pelacakan layanan penempatan kerja.
Butuh kebijakan untuk mendukung orang-orang yang tertinggal oleh perkembangan teknologi. Beberapa orang mungkin kehilangan pekerjaan dan mereka tidak dapat menemukan pekerjaan baru dengan mudah.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyebutkan, teknologi melahirkan sejumlah profesi baru. Sikap pemerintah adalah menyiapkan tenaga kerja yang terampil, kompeten, dan memiliki keahlian sehingga bisa beradaptasi terhadap perubahan. Keputusan ini dianggap sebagai bentuk perlindungan yang tepat (Kompas, 30/4/2018).
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk muda di kawasan Asia Tenggara. Hampir setengah atau 60 juta dari 128,06 juta orang angkatan kerja di Indonesia berusia di bawah 30 tahun dan sekitar 20 persen dari 60 juta itu berumur 15-24 tahun.