JAKARTA, KOMPAS – Gerbang Pembayaran Nasional dapat menghemat biaya transaksi nontunai hingga triliunan rupiah. Penghematan terjadi karena transaksi nontunai tidak lagi melalui sistem pembayaran milik prinsipal asing, melainkan melalui sistem pembayaran nasional, sehingga lebih murah.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers “Membangun Era Baru Sistem Pembayaran Indonesia” yang digelar PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) di Jakarta, Rabu (25/4/2018). Hadir sebagai pembicara adalah Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPB) Bank Indonesia Pungky Purnomo Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Anggoro Eko Cahyo, dan Direktur Utama Artajasa Bayu Hanantasena.
Pungky mengatakan, GPN akan menghemat biaya transaksi nontunai karena proses pengolahan data transaksi dilakukan di dalam negeri. Selama ini hampir seluruh proses pengolahan data transaksi nontunai dari 170 juta kartu debit di Indonesia dilakukan di luar negeri atau menggunakan sistem pembayaran prinsipal asing.
“Hal itu membuat biaya transaksi mahal. Dengan GPN, biaya merchant discount rate (MDR) yang selama ini diberlakukan oleh toko kepada pembeli sekaligus nasabah bisa lebih murah,” kata dia.
Pungky mencontohkan, nilai transaksi kartu debit yang menggunakan jasa Artajasa pada April 2018 sebesar Rp 1 triliun. Apabila transkasi itu menggunakan sistem pembayaran prinsipal asing dikenakan biaya 1,8 persen untuk bank yang sama dan 2-3 persen untuk beda bank. Jika dengan GPN, biayanya hanya 0,15 persen untuk bank yang sama dan maksimal 1 persen untuk beda bank.
Bayu Hanantasena mengemukakan, berdasarkan catatan Artajasa, rata-rata masyarakat bertransaksi dengan kartu debit sebesar Rp 400.000-Rp 500.000 untuk sekali transaksi. Dengan biaya transaksi yang lebih murah, penghematan biaya seluruh transaksi itu ke depan diperkirakan akan mencapai triliunan rupiah.
Bayu juga menyatakan, Artajasa telah menyosialisasikan implementasi GPN kepada bank-bank anggota ATM Bersama. Sejauh ini, bank-bank besar tidak kesulitan mengimplementasikan, namun bank-bank menengah dan kecil masih perlu mendapat dukungan Artajasa.
“Saat ini sebanyak 16 bank telah melayani nasabah melalui layanan ATM Bersama Debit. Adapun sebanyak 58 bank dalam fase persiapan implementasi ATM Bersama Debit,” kata dia.
Sementara itu, Anggoro mengemukakan, sosialisasi juga perlu dilakukan pada toko-toko penyedia mesin perekam data elektronik (EDC). Mereka harus tetap mengikuti ketentuan pengenaan tarif yang telah diatur BI dalam implementasi GPN.
“Pendapatan toko memang akan berkurang dengan tidak mengenakan biaya tambahan atas transaksi. Namun, hal itu akan terkompensasi dengan peningkatan volume transaksi nontunai,” kata dia.
BI mencatat, hingga kini sebanyak 49 bank sudah terhubung ke dua perusahaan switching, sedangkan 60 bank tersambung dengan satu perusahaan switching. Pada Juni tahun ini, BI menargetkan semua bank sudah terkoneksi dengan 2 lembaga switching. Saat ini terdapat empat perusahaan switching, yaitu PT Jalin Pembayaran Nusantara, Artajasa, PT Rintis Sejahtera (PRIMA), dan PT Daya Network Lestari (Alto).