Tak Mudah Menawarkan Produk Jasa Keuangan kepada Generasi Milenial
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menawarkan produk jasa keuangan kepada generasi milenial tidak mudah. Anak muda yang lahir awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an ini dikenal sebagai generasi yang antikemapanan, labil, menyukai hiburan, dan sesuatu yang menantang.
”Tawarkan produk investasi paper asset, seperti reksa dana. Nominal berinvestasi di produk ini bisa kecil dan lebih cepat dicairkan. Produk jasa keuangan model trading kurang cocok dengan karakteristik kepribadian mereka yang cenderung antikemapanan," ujar pendiri dan CEO Jouska Indonesia (perusahaan konsultan perencanaan keuangan) Aakar Abyasa dalam diskusi Bukalapak Talks ”Millenial Millionaire”, Selasa (24/4/2018) malam, di Jakarta.
Karakteristik kepribadian tersebut tidak bisa disebut salah. Generasi milenial Indonesia tumbuh dengan suntikan dogma menyimpan uang tanpa disertai penjelasan alasan dan risiko buruk jika tidak segera berinvestasi. Pemahaman ketidakpastian perekonomian negara tidak pernah disampaikan kepada mereka sejak usia dini.
Sebagian besar kaum milenial kalangan menengah ke atas bahkan dididik agar selalu menyerahkan solusi atas kesulitan keuangan kepada orangtua mereka. Tidak jarang, lanjut Aakar, Jousca Indonesia menemukan anak muda milenial baru memiliki rekening saat mulai kuliah.
”Belum lagi, di antara milenial itu terdapat kultur mengejar karier lebih menantang dan menunda pernikahan. Antimapan. Akibatnya, mereka enggan menabung ataupun berinvestasi,” ungkapnya.
Jousca Indonesia menjadi konsultan sejumlah perusahaan besar di berbagai sektor industri, seperti minyak dan gas bumi. Dalam perusahaan tersebut terdapat karyawan milenial.
Aakar menyebutkan, pihaknya melakukan riset terhadap 8.500 karyawan milenial di perusahaan besar dan multinasional klien Jousca Indonesia. Riset berlangsung akhir 2017. Mayoritas sudah melek produk jasa keuangan, menabung, dan investasi jangka panjang. Dengan gaji besar, kemampuan mereka menyimpan uang, baik dalam bentuk tabungan maupun investasi jangka panjang, juga seharusnya ikut besar. Namun, kenyataannya tidak.
”Nominal uang gaji untuk tabungan ataupun investasi sangat kecil. Jauh dari kemampuan menyimpan uang seharusnya,” ucapnya.
Properti
Aakar menekankan, investasi tidak melulu berbentuk produk jasa keuangan. Wujudnya bisa berupa properti. Lagi-lagi, dari penelitian internal perusahaan, ada kelompok karyawan milenial untuk kelas sosial ekonomi tertentu yang sudah melek akan hal itu, hanya saja mereka memang menyukai antikemapanan.
Menurut dia, perusahaan diperbolehkan mengembangkan program dukungan pembiayaan hunian kepada karyawan. Ini merupakan program yang baik.
Apabila perusahaan mencabut program itu, dia memandang, ada berbagai banyak faktor. Sebagai contoh, perusahaan sudah tidak percaya diri lagi bahwa bisnisnya terus berkelanjutan. Keputusan ini tidak bisa begitu saja dicap negatif.
”Tidak semua karyawan, terutama muda, mau mengambil program dukungan pembiayaan hunian, semisal kredit pemilikan rumah dari bank. Mereka cukup teliti dan bahkan berani membandingkan program yang sama satu negara dengan negara lain. Mereka menghitung rinci potensi untung ataupun kerugiannya,” tutur Aakar mencontohkan pengalamannya bertemu klien karyawan milenial yang bekerja di perusahaan multinasional.
Ia menambahkan, strategi pemasaran produk jasa keuangan yang tepat harus menggunakan pendekatan yang menyentuh langsung kehidupan kaum milenial. Pemahaman ketidakpastian perekonomian serta risiko kehidupan perlu terus disosialisasikan kepada mereka.
Senior Sales and Marketing Distribution PT Ashmore Assets Management Indonesia Felicia Iskandar, berpendapat, investasi jangka panjang dapat dimulai setelah selesai kuliah. Untuk anak muda, produk yang cocok adalah berbasis paper asset. Mereka bisa mulai membaca ulasan kuantitas pengembalian sampai kualitas kinerja manajer investasi.
”Sosialisasinya jangan melulu menekankan pada tingkat pengembalian investasi yang tinggi. Jelaskan juga kualitas kinerja manajer investasi,” ujarnya.
Head of Payment and Financial Service Bukalapak Destya Pradityo mengemukakan, akses menabung ataupun berinvestasi jangka panjang semakin mudah sejak kehadiran platform digital. Hal yang patut diwaspadai nasabah milenial adalah potensi risiko kejahatan siber, seperti pencurian data.