Pasangan suami-istri, Rinaldi Hartono dan Elmira, setia menyediakan kopi robusta gratis bagi pengunjung yang ingin mencicip kopi Ulubelu di kedai mereka. Sajian kopi gratis itu menjadi cara mereka mempromosikan kopi kepada pengunjung. Di kedainya, mereka melayani pengunjung yang ingin mencicip berbagai varian kopi Ulubelu.
Seorang perempuan barista asyik meracik berbagai varian kopi saat tim Jelajah Kopi Kompas berkunjung ke kedai kopi Ulubelu Coffee di Bandar Lampung, Rabu (7/2/2018). Kopi robusta Ulubelu yang disajikan dalam gelas itu segera menghangatkan gerimis sore itu. Barista itu lalu membuat berbagai varian lain kopi Ulubelu. Varian yang disajikan di antaranya kopi lanang dan gold Ulubelu. Kopi hangat itu disajikan dalam gelas kecil tanpa campuran gula.
Pengunjung tidak perlu membayar untuk bisa mencoba berbagai varian itu. Mereka hanya perlu membayar untuk gelas kopi pilihannya.
Tak hanya itu, pengunjung juga dapat melihat proses penyeduhan kopi. Pembeli dapat berinteraksi atau bertanya langsung kepada barista. Kedai kopi itu tidak sekadar tempat minum kopi. ”Tempat ini kami bangun sebagai pusat edukasi kopi. Siapa saja yang ingin belajar tentang kopi bisa datang ke sini,” kata Rinaldi.
Kopi Ulubelu merupakan salah satu kopi robusta khas Lampung yang berasal dari Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus. Kopi yang tumbuh di daerah pegunungan itu memiliki cita rasa yang tidak kalah bersaing dengan kopi robusta dari Lampung Barat. Salah satu karakteristik kopi Ulubelu adalah cita rasanya yang lembut.
Pasangan ini mulai merintis usaha kopi Ulubelu sejak 2010. Ketika itu, mereka menyadari bahwa kopi robusta Lampung belum dikenal secara luas. Padahal, Lampung merupakan provinsi penghasil kopi robusta terbesar di Indonesia. Produksinya mencapai 100.000 ton per tahun dan menjadi tumpuan 147.000 rumah tangga.
Akan tetapi, jumlah yang besar tak lantas membuat robusta jadi idola. Beragam masalah mulai dari penanaman, pascapanen, hingga penyeduhan masih jadi pekerjaan utama banyak petani dan pelaku usahanya. Karena itu, Rinaldi dan Elmira ingin mengangkat nama kopi robusta Lampung. Mereka ingin daerah penghasil kopi robusta itu juga dikenal secara luas. Tekad itu mereka wujudkan dengan membuka usaha kedai kopi Ulubelu Coffee. Mereka berharap, para pembeli tidak sekadar menikmati kopi, tetapi juga mengapresiasi petani dan pembuatnya.
Mereka membina sekitar 1.500 petani kopi di Ulubelu, Kabupaten Tanggamus. Selain memberikan pelatihan tentang teknik budidaya tanaman kopi dan pengolahan pascapanen, mereka dibantu 25 fasilitator untuk mendampingi petani. Cara ini dilakukan demi memastikan keberlanjutan perkebunan kopi.
Harga lebih mahal
Karena itu, petani diharapkan menghasilkan kopi yang berkualitas (fine robusta). Definisi fine robusta diberikan pada kopi dengan jumlah kerusakannya di bawah 5 poin, tidak ada biji berjamur, atau putih (chalky). Uji cita rasanya di atas 80,00. Harganya jauh lebih mahal ketimbang kopi asalan.
”Masih banyak petani yang belum memahami cara menanam dan mengolah kopi terbaik. Panen kopi asalan, dijemur di tanah, dan melupakan sortir yang ideal. Hal itu membuat harga jualnya rendah karena kualitas tidak terjaga,” kata Rinaldi.
Biji kopi yang dipilih adalah yang dipetik dalam kondisi matang atau berwarna merah. Setelah dipetik, biji kopi direndam di air. Biji kopi yang mengapung harus dibuang karena biji itu berarti busuk. Penjemuran juga tidak boleh dilakukan di atas tanah. Petani harus menyiapkan lantai jemur atau para-para agar biji kopi yang telah kering tidak berbau dan berasa tanah.
Demi mendalami bisnis kopi, Rinaldi juga belajar menggoreng kopi. Dia menghabiskan waktu selama dua tahun untuk belajar menggoreng kopi serta menghasilkan kopi dengan cita rasa yang pas di lidah. Dia tercatat satu dari sedikit robusta grader, penguji cita rasa kopi robusta di Indonesia.
Apresiasi rendah
Sayangnya, setelah berhasil memproduksi fine robusta atau kopi grade 1, apresiasi yang diberikan masyarakat pada kopi berkualitas masih sangat rendah. Banyak pembeli yang menilai bahwa harga fine robusta terlalu mahal. Kala itu, fine robusta juga belum dapat merambah pasar ekspor karena harganya dinilai terlalu tinggi dibandingkan kopi grade 3 atau 4 yang biasa diekspor.
Karena itu, Rinaldi semakin yakin untuk membuka usaha kedai kopi. Awalnya, dia hanya ingin menyajikan kopi kepada pengunjung kedai, tanpa peduli dengan bayarannya. Namun, seiring waktu, semakin banyak pengunjung yang menyukai kopi Ulubelu.
Dalam berbagai festival, pasangan ini juga kerap membagikan kopi gratis. Saat acara Perayaan Hari Kopi Internasional 2017, misalnya, tak tanggung-tanggung, Elmira menyiapkan 1.000 cangkir kopi disediakan untuk pengunjung di stan miliknya. Bagi dia, semakin banyak orang yang mencicipi kopi Lampung, semakin banyak orang yang mengenal rasa kopi Ulubelu. ”Kami fokus mempromosikan keunggulan kopi robusta Lampung. Kalau selama ini kopi robusta dianggap sebagai kopi nomor dua setelah arabika, kami ingin mempromosikan fine robusta yang diproses dengan baik juga tak kalah enak dibandingkan kopi jenis lain,” kata Elmira yang sengaja mengemas kopi Ulubelu dengan bungkus apik. Tujuannya agar kopi layak dipilih sebagai salah satu oleh-oleh dari Lampung.
Kini, kopi Ulubelu makin dikenal. Sejumlah pusat perbelanjaan dan pusat oleh-oleh Lampung memajang kopi Ulubelu sebagai salah kopi unggulan Lampung. Setiap kemasan ukuran 100 gram dijual dengan harga bervariasi, yakni antara Rp 13.000 dan Rp 25.000 per bungkus. Kopi Ulubelu juga telah merambah pasar ekspor, antara lain ke Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Malaysia.