Investasi, Dicari Partner Lokal!
Salah satu pembicaraan yang penting dalam Annual Investment Meeting 2018 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pekan lalu adalah, kebutuhan partner lokal dalam berinvestasi. Kebutuhan itu semakin nyata ketika mereka bertemu empat mata. Kebutuhan partner lokal memperlihatkan kultur usaha rintisan di kalangan milenial telah mempengaruhi pebisnis mapan.
Kecenderungan hanya pebisnis besar yang bisa masuk ke sebuah negara mungkin tak lama lagi berkurang. Kelak tidak hanya perusahaan besar saja tetapi perusahaan-perusahan dnegan berbagai skala usaha namun berhasil memiliki komunikasi dan jaringan yang sejalan dengan bisnis mereka maka sangat mungkin juga berinvestasi ke luat negeri. Informasi yang makin mudah di dapat dan pertemuan-pertemuan bisnis yang makin sering mengakibatkan tren itu menguat.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengakui, selama ini mereka yang masuk ke Indonesia adalah korporasi yang secara finansial kuat dan sudah punya pengalaman di Indonesia. Tentu saja, mereka mampu membiayai pencarian informasi dan juga karena jaringan maka mereka bisa dengan mudah melakukan investasi di Indonesia.
Selama ini beberapa investor yang ditemui di UEA lebih memilih rekan bisnis dari Amerika Serikat dan Eropa untuk berinvestasi namun dari beberapa perbicangan mereka ingin berinvestasi di Indonesia. Mereka mengaku tidak mendapat informasi yang cukup tentang Indonesia. Di luar masalah itu mereka membutuhkan partner lokal. Bambang mengakui pemerintah memang perlu mempunyai jawaban ketika mereka menanyakan partner lokal yang bisa diajak kerjasama.
Dalam sebuah sesi di World Economic Forum tahun ini Executive Vice-President, Chief Strategy and Growth Officer, PayPal Jonathan Auerbach membuat artikel dengan judul Why Partnership is The Business Trend to Watch. Ia mengemukakan, penggunaan teknologi digital makin banyak memunculkan peluang sehingga pebisnis makin dekat dengan konsumen. Untuk itu pebisnis membutuhkan pengetahuan tentang keunikan dan kekhasan suatu pasar sehingga mereka bisa memasuki pasar baru, mengatasi halangan-halangan yang sifatnya tradisional, dan memberikan paparan merek di kalangan konsumen tertentu dengan lebih tepat. Ia mencontohkan, investasi di dunia teknologi finansial (tekfin) membuktikan kerjasama antara partner lokal dan investor membuat industri ini berkembang. Partner lokal sangat memahami masalah akses finansial di kalangan masyarakat setempat sementara investor melakukan pendanaan.
Mengapa di kalangan usaha rintisan yang notabene adalah kaum milenial kebutuhan partner sangat kuat? Mereka sebenarnya antitesa dari para pebisnis besar dengan modal besar. Mereka tidak mungkin langsung mengalahkan mereka dan beberapa ide bisnis mereka juga tidak mudah dibiayai oleh perbankan. Oleh karena itu, si setiap acara usaha rintisan selalu didengungkan, mulailah berbisnis dengan teman. Setelah itu, perbanyak perjumpaan, perluas perkenalan, bikin jaringan, ikut komunitas, dan lain-lain. Otomatis sejak awal mereka terbiasa dengan kultur kerjasama dan berpartner.
Kecenderungan di kalangan usaha rintisan itu makin menyebar ke berbagai bisnis. CEO Crown Group, sebuah korporasi yang bergerak di bidang properti di Australia, Iwan Sunito dalam sebuah kesempatan, mengatakan, ia juga beberapa kali mencari partner lokal. Alasannya, banyak pekerjaan yang sekarang tidak bisa dikerjakan sendiri. Kualitas partner lokal juga tidak kalah. Sumber daya manusia yang ada bisa mengerjakan berbagai pekerjaan di dalam proyek.
Lalu apa yang bisa dilakukan? Melihat keraguan investor maka perlu ada lembaga yang mengelola dan memiliki data perusahaan yang bisa menjadi partner lokal oleh investor asing. Setidaknya mereka mendapatkan panduan dan tidak membeli kucing dalam karung ketika berinvestasi. Apalagi pernah ada kejadian yang menyebabkan investor ragu dengan partner bisnisnya. Bambang pun dalam kesempatan itu mengatakan, ia berharap ketika melakukan promosi investasi maka semua pihak telah memiliki sejumlah data tentang partner lokal yang bisa diajak berbisnis. Untuk itu, partner lokal yang potensial segera diajak untuk sama-sama bisa promosi karena bahasa antar pengusaha lebih jelas dibandingkan dengan birokrat atau pemerintah. Partner lokal telah menjadi kebutuhan dalam berkomunikasi dengan calon investor. (ANDREAS MARYOTO)