JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penurunan atau harmonisasi tarif tol akan disertai dengan pemberian kompensasi ataupun insentif pajak. Hal itu dilakukan agar badan usaha jalan tol tidak dirugikan akibat dari kebijakan tersebut.
”Itu pasti akan dihitung (dampaknya), ada penurunan pendapatan atau tidak. Penurunan pendapatan itu yang kemudian ditambahi dengan masa konsesi. Jika masih belum nutup, sisanya akan diberi insentif pajak,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Senin (16/4/2018), di Jakarta.
Bulan lalu, kebijakan penurunan tarif tol yang kemudian disebut kebijakan harmonisasi tarif tol diumumkan ke publik. Saat ini, rata-rata tarif dasar kendaraan untuk golongan II sampai golongan V sudah di atas Rp 1.000 per kilometer. Pemerintah akan menurunkannya menjadi Rp 1.000 per km.
Basuki mengatakan, harmonisasi tarif tol akan dibarengi dengan penyederhanaan golongan, pemberian konsesi, ataupun pemberian insentif pajak. Penggolongan bagi kendaraan jenis truk di jalan tol akan disederhanakan menjadi dua golongan dari sebelumnya empat golongan. Kemudian diberikan konsesi maksimal menjadi 50 tahun. ”Jika masih belum nutup, sisanya akan diberi insentif pajak,” ujar Basuki.
Menurut Basuki, harmonisasi tarif tol tersebut ditujukan bagi 39 ruas tol. Namun, skema penambahan konsesi hingga maksimal 50 tahun tidak diberikan untuk semua ruas. Yang penting, tingkat pengembalian atas investasi tidak berkurang akibat dari kebijakan harmonisasi tarif. Saat ini terdapat satu ruas tol yang menunggu penetapan tarif berdasarkan kebijakan harmonisasi tarif tol, yakni ruas Ngawi-Kertosono (Wilangan) yang baru diresmikan Maret lalu.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, harmonisasi tarif dengan pemberian konsesi dan insentif pajak terus dikaji oleh Kementerian Keuangan.
”Masih dilihat, apakah pemberian konsesi sudah cukup atau belum, atau apakah insentif pajak diperlukan dan seperti apa. Ini masih dihitung,” kata Herry.
Menurut Herry, pemberian insentif berupa masa konsesi ataupun insentif pajak berdasarkan karateristik masing-masing ruas tol. Perhitungannya berdasarkan lokasi masing-masing ruas tol karena ada ruas yang terletak di dalam kota, ada pula ruas tol antarkota. Lokasi ruas tol tersebut berimbas pada volume kendaraan yang lewat jalan tol, ada yang besar atau padat, ada yang kecil.
Hal lain yang diperhitungkan juga oleh pemerintah adalah tarif dasar dari masing-masing ruas tol. Yang menjadi sasaran kebijakan harmonisasi tarif tol adalah ruas tol yang tarif dasar per kilometernya di atas Rp 1.000.
”Variasi karakteristik ini membuat penerapan kebijakannya nanti tidak seragam, tapi satu demi satu. Semisal, di sebuah ruas tol volume kendaraannya sudah besar dan tarifnya rendah, mungkin tidak perlu insentif pajak, tapi cukup penyederhanaan golongan kendaraan,” ujar Herry.
Dalam penggolongan yang baru, perhitungan per kilometer untuk tarif golongan II adalah 1,5 kali dari tarif dasar, sementara untuk golongan III adalah 2 kali dari tarif dasar.